Peranan psikologi terhadap proses belajar mengajar di sekolah

 

1.     PENDAHULUAN

 

Psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang menerapkan berbagai pandangan dalam psikologi, prinsipprinsip dan teknik-teknik psikologi dalam melakukan kegiatan pendidikan. Oleh sebab itu psikologi pendidikan menekannkan penelitiannya pada aspek-aspek peserta didik sebagai manusia yang belajar, orang tua dan guru sebagai pihak-pihak yang membantu peserta didik dalam mencapai keberhasilan dalam belajar. Focus psikologi pendidikan mencakup pencaaian hasil belajar, kesehatan mental peserta didik, dan penyesuaian sosial peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut maka secara khusus psikologi pendidikan menerapkan prinsip-prinsip dan teknikteknik yang dikembangkan dalam psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi kognitif, psikologi manusia, behavioristik, psikologi gestalt, dan psikologi konseling (Safwan, 2005).

Whiterington, (1982:10) dalam artikel yang ditulis Supriadi mengatakan “Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar”. Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan proses belajar dan pembelajaran. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa psikologi pendidikan berkaitan dengan pengkajian atau studi tentang proses belajar manusia yang terjadi di dalam lingkungan pendidikan, yang mencakup efektivitas intervensi pendidikan, psikologi pembelajaran, dan psikologi persekolahan yang mengkaji bagaimana mengatur dan menata organisasi persekolahan dalam suatu sistem pendidikan. Di samping itu psikologi pendidikan juga mengkaji perkembangan siswa dan proses belajar yang terjadi seiring dengan tingkat perkembangan yang dialaminya, serta kelompok-kelompok siswa yang termasuk siswa berkebutuhan khusus, seperti siswa berkesulitan belajar, siswa terbelakang mental, siswa yang mengalami kelainan fisik, siswa yang mengalami kelainan perilaku, siswa yang mengalami tuna wicara, serta siswa yang beresiko untuk mengalami pendidikan khusus.

Psikologi pendidikan merupakan ilmu yang bersifat interdisiplin karena psikologi itu sendiri menerapkan teori-teori dari berbagai ilmu lain, seperti ilmu biologi, ilmu syaraf, ilmu bahasa dan lain-lain. Untuk memahami karakteristik pembelajar dari berbagai periode perkembangan, seperti anak usia dini, anak sekolah dasar, remaja dan pembelajar dewasa, maka psikologi pendidikan menerapkan teori-teori perkembangan manusia yang mencakup perkembangan kognitif, perkembangan psikososial, perkembangan fisik dan motorik,perkembangan bahasa dan komunikasi, yang lebih muda untuk dipahami apabila diterapkan.

 

 

 

 

2.     PEMBAHASAN

 

Sebelum mengetahui ruang lingkup psikologi pendidikan, seharusnya diketahui terlebih dahulu makna dari psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan gabungan dari dua kata yaitu psikologi dan pendidikan. Psikologi merupakan ilmu tentang jiwa atau ilmu yang mempelajari jiwa, sebab kata psikologi berasal dari bahasa yunani “psyche” berarti jiwa. Sedangkan “logy” atau “logos” berarti ilmu atau pengetahuan (Sagala, 2009).

Konsep pendidikan pada hakikatnya adalah pelayanan yang khusus diperuntukan bagi siswa (orang-orang yang sedang belajar). keberadaaan psikologi pendididkan pada dasar nya adalah untuk mempermudah pendidik dalam menerapkan proses belajar mengajar. Dengan mempelajari psikologi pendidikan, paling tidak para calon guru atau guru telah mendapat gambaran mengenai kondisi dan situasi keberadaan diri pribadi, peserta didik dan lembaga pendidikan (Suryabrata, 2004).

Psikologi pendidikan merupakan sebuah disiplin psikologi yang khusus mempelajari, meneliti, dan membahas seluruh prilaku manusia yang terlibat dalam proses pendidikan, yang meliputi tingkah laku belajar (siswa), tingkah laku belajar (guru dan tingkah laku belajar mengajar (guru dan siswa), yang saling terkait atau berintraksi satu sama lain. Inti persoalan psikologis dalam psikologi pendidikan adalah tidak mungkin mengabaikan persoalan psikologi guru, karena hal ini (profesi sebagai guru) terletak pada kondisi siswa (Suryabrata, 2004).

Lebih jauh, psikologi pendidikan sebagai displin ilmu, sudah barang tentu mempunyai fokus tujuannya sendiri, yaitu: Pertama, tujuan ilmu itu sendiri (untuk apa ilmu ini dipelajari dan dikembangkan oleh para ahlinya), Kedua, tujuan kurikuler dalam mempelajari sesuatu ilmu analisis terhadap pemikiran sesuai dengan yang digambarkan oleh dua psikologi terkemuka (Lindgreen dan Bernard) sebagai berikut:

1.     Menurut Lindgreen, “Tujuan psikologi pendidikan adalah untuk membantu guru dan perkembangan prospektif para guru dalam memahami proses pendidikan yang terbaik”

2.     Menurut Bernad, “pada dasarnya tujuan psikologi pendidikan adalah untuk memahami bagaimana proses belajar mengajar cara lebih efektif dan tetapa sasarannya”.

Dari dua pendapat ahli di atas dapat dipahami bahwa tujuan mempelajari dan dikembangkan psikologi pendidikan adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan untuk membantu para guru dan calon guru agar betul-betul memamahami proses pendidikan yang baik, sehingga mereka dapat membimbing proses belajar para siswanya cara lebih efektif dan terarah sebagai upaya untuk mengembangkan potensipotensi anak didiknya di sekolah secara optimal.

Kemampuan kognitif berkembang sejalan dengan perkembangan sel-sel syaraf otak. Salah seorang ahli perkembangan kognitif adalah Jean Piaget, yang hidup dari tahun 1896 sampai tahun 1980. Ia adalah seorang ahlo biologi dan psikologi perkembangan berkembangsaan Swiss. Ia merupakan ahli yang menemukan teori perkembangan kognitif. Teori ini dibangun berdasarkan kombinasi sudut pandang psikologi, yaitu aliran struktural dan aliran konstruktif.   

Psikologi struktural yang mewarnai teori kognitif Peaget dapat dikaji dari pandangannya tentang inteligensi yang berkembang melalui perkembangan kualitas struktur kognitif. Aliran konstruktif terlihat dari pandangan Piaget yang menyatakan bahwa anak membangun kognitifnya melalui interaksi dengan dunia di sekitarnya. Hasil dari interaksi ini terbentuklah struktur kognitif yang disebut dengan skemata, yang dimulai dengan terbentuknya struktur berpikir secara logis, yang kemudian berkembang menjadi suatu generalisasi atau kesimpulan umum.

            Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif ke dalam empat fase perkembangan yaitu:

1.      Fase sensomotor (usia 0-2 tahun): Pada fase ini intelegensi/kognitif anak tampil dalam bentuk kegiatan senso motorik.

2.      Fase praoperasional (2-7 tahun): Dalam fase ini intelgensi/kognitif anak tampil dalam bentuk berpikir secara intuitif.

3.      Fase Operasi Konkret (7-12 tahun): Pada masa ini intelgensi/kognitif anak menampilkan diri dalam bentuk kemampuan berpikir logis dan rasional terhadap kejadian dan peristiwa yang tampil secara kongkrit.

4.      Fase Operasi Fornnal (12-tahun sampai dewasa): Fase ini merupakan fase terakhir dalam perkembangan kognitif. Pada masa ini intelgensi/kognitif menampilkan diri dalam bentuk kemampuan berpikir secara abstrak, yang ditampilkan dalam bentuk kemampuan mengajukan hipotesis dan memprediksi hal-hal yang akan terjadi.

 

Salah satu teori perkembangan kognitif yang terkemuka adalah teori yang dikembangkan oleh Bruner (Driscoll, 2007). Menurut Bruner dalam proses perkembangan kognitif, berlangsung sejalan dengan perkembangan anak. Dalam masa ini terjadi beberapa transisi perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif menurut Bruner adalah perkembangan kemampuan berpikir yang berlangsung secara setahap demi setahap (Bruner, 1985). Kemampuan berpikir tersebut memerlukan interaksi antara kemampuan yang ada di dalam diri manusia dengan lingkungan di sekitarnya dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Hal ini disebabkan karena proses perkembanagan kemampuan berpikir atau proses perkembangan intelgensi berlangsung sejalan dengan proses belajar.

Dalam hal ini melalui proses belajar, anak secara perlahan dan terus-menerus mengorganisasi lingkungannya ke dalam berbagai unit yang bermakna, proses ini disebut Bruner sebagai proses konseptualisasi dan kategorisasi konsep yang tersusun dalam memori. Susunan konsep dan kategori tentang lingkungan tersebut disebut shemata. Menurut Bruner, konsep dan kategori konsep dibangun melalui berbagai pengalaman dan melalui prosedur yang disebutnya coding, yang menjelaskan hubungan antara konsep umum dengan konsep khusus. Kategorisasi konsep memberikan sedikitnya empat manfaat bagi manusia yaitu sebagai berikut:

1.    Kategorisasi konsep meminimalisasi kompleksitas yang ada di dalam lingkingan.

2.    Kategorisasi konsep mempermudah manusia untuk mengingat dan mengenali kembali objek serta peristiwa yang ada di dalam lingkungan.

3.    Kategorisasi konsep menghindarkan pemborosan waktu dan sumber yang dibutuhkan dalam belajar karena dengan menyebutkan konsep yang telah ada di dalam schemata maka konsep tersebut tidak perlu ditampilakan lagi dalam bentuk kongkrit sehingga penggunaan media pembelajaran yang tidak perlu dapat dihindari.

4.    Kategori konsep memberikan petunjuk terhadap alat atau perlengkapan yang dibutuhkan, seperti kalau akan menulis di papan tulis, maka yang diperlukan adalah spidol bukan obeng.

 

Psikologi Gestalt memberikan sumbangan yang berarti dalam uasaha memahami bagaimana manusia membangun dan mengembangakan makna dari yang terkandung di dalam lingkungan di sekitarnnya. Wetheimer adalah penemu dan pendorong gerakan Gestalt di Jerman. Menurutnya manusia pada hakekatnya memahami objek dan peristiwa secara keseluruhan dengan pola yang terintegrasi tidak terpisah-pisah. Berdasarkan cara manusia memahami lingkungannya, maka ia akan mengkonstruk lingkungannya dalam pola yang mengandung makna. Oleh sebab itu Gestalt memandang bahwa keseluruhan lebih berarti dari pada bagian-bagian.

Menurut Gestalt manusia dalam memahami lingkungannya secara keseluruhan pada hakekatnya mencakup serangkaian aturan atau laws yaitu pragnaz, similarity, proximity, closure, dan continuation.

1.      Pragnaz: Merupakan aturan yang paling umum yang berkaitan dengan kecenderungan manusia untuk mengatur stimulus yang tidak teratur ke adalam suatu pola yangmengandung makna. Misalnya gambar mata telinga mulut dan hidung yang ditampilkan secara terpisah-pisah akan distruktur ke dalam gambar muka manusia sehingga gambar yang terpisah-pisah tersebut mengandung makna.

2.      Similarity: Adalah usaha manusia untuk menggambungkan gambar yang terpisah-pisah menjadi gambar yang mengandung arti, maka ia menerapkan hukum yang dikenal dengan istilah similarity atau kesamaannya dengan pengalaman-pengalaman yang lalu.

3.      Proximity: Berkaitan dengan keadaan apabila manusia menemukan sesuatu benda-benda yang terpisah-pisah, kemudian menyusunnya. Dalam menyusun benda tersebut ia belum dapat membayangkan aka menjadi apa susunan tersebut dan ternyata susunan tersebut membentuk sesuatu yang bermakna yang diluar dugaannya.

4.      Closure: Adalah suatu situasi yang dapat dianologikan pada situasi yang terjadi pada waktu individu menyusun puzzle yang telah diurai ke dalam bagian-bagian yang terpisah, maka untuk menyusun puzzle tersebut menjadi sesuatu yang bermakna, ia mengidentifikasi kepingan puzzle berdasarkan bentuk dan warnanya maka dalam hal ini .telah berlaku hukum yang disebut closure.

5.      Continuation: Tahap demi tahap yang terjadi pada waktu menemukan closure sampai membentuk sesuatu yang bermakna, maka dalam hal ini telah terjadi hukum yang disebut continuation. Berdasarkan hal tersebut Gestalt mengemukakan bahwa proses presepsi membantu manusia memecahkan teka-teki yang terkandung dalam suatu benda atau peristiwa. Proses persepsi merupakan proses yang berlangsung setiap hari dan berlangsung secara alamiah pada waktu terjadi interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

 

Lev Semyonovich Vygotsky adalah seorang psikologist berkebangsaan Rusia, yang dilahirkan pada tahun 1896, di Orsha, Belarusia Rusia. Keahliannya dalam bidang psikologi pada mulanya diperoleh melalui pendidikan privat yang diberikan oleh olomon Ashpiz. Pada tahun 1924, ia menjadi mahasiswa di institut of Psychology dan melakukan penelitian secara intensif tentang perkembangan kognitif, khususnya hubungan antara perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa. Tulisantulisan Vygotsky pada umumnya membahas peranan sejarah hidup, budaya, dan faktor sosial dalam perkembangan kognitif.  Teori perkembangan kognitif Vygotsky berkaitan dengan kemampuan dalam merekonstruksi berbagai pengalaman aktual hasil interaksi individu dengan lingkungan di sekitarnya. Pandangan Vygotsky tentang kognitif berbeda dari teori-teori kognitif yang lain, seperti teori kognitif Piaget, Bruner dan lainlain. Sebagian besar para peneliti di bidang Kognitif menekannkan penelitiannya pada tujuan perkembangan kognitif dengan demikian masalah penelitian mereka berkisar pada masalah-masalah yang berkaitan dengan “bagaimanakah mekanisme perkembangan kognitif sejak lahir sampai pada usia dewasa? “Bagaimanakah anak mentransformasi setiap tahap perkembangan kognitifnya sehingga dapat mencapai perkembangan kognitif orang dewasa? “Vygotsky berbeda dari para ahli kognitif tersebut ia memandang kognitif dalam sudut pandang yang lebih luas. Oleh sebab itu penelitian yang dilakukannya tentang perkembangan kognitif bertitik tolak dari permasalahan yang berkaitan dengan proses perkembangan intelktual dari lahir sampai meninggal atau proses perkembangan intelektual sepanjang hayat. Oleh sebab itu pertanyaan penelitian Vygotsky adalah “Bagaimanakah manusia menegembangkan proses psikologis tingkat tinggi sejak lahir sampai meninggal.

Perkemabangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat (termasuk dalam ilmu Kependidkan), menutut manusia untuk mengolah segala potensi yang dimilikinya agar tidak ketinggalan kereta, lewat pengkajian dan penelitian ilmiah, khususnya psikologi pendidikan yang berusaha untuk menelaah berbagai hal yang berhubungan dengan proses belajar mengajar manusia dari sejak lahir sampai usia lanjut terutama bagaimana iklim yang mempengaruhi proses perjalanan belajar mengajar.  Setiap manusia pasti melakukan perbuatan atau pekerjaan mengajar, bahkan mereka punya bakat untuk mendidik yang tidak mesti harus bersekolah di pihak lain, dalam kehidupan ini cukup banyak orang dapat dikatakan terdidik, namun sedikit pula diantara mereka itu yang memiliki, penegetahuan yang jelas tentang bagaimana menjalani pendidikannya sehingga berhasil sukses seperti yang diharapkan.

Banyak sekali keinginan manusia untuk menjadi guru, atau paling tidak menggurui, akan tetapi mereka tak tahu bagaimana proses pendidikan yang berhasil. Untuk menjelaskan persoalan di atas, maka sebagai solusinya mereka harus tahu cara mengajar yang baik dan berhasil, mereka harus tahu kondisi para anak yang dididiknya baik menyangkut persoalan warisan (bawaan) maupun yang terkait dengan pengaruh-pengaruh lingkungan social sekitar, demikian kata Withrington.Terkait dengan kondisi belajar mengajar yang efektif dan efisien, maka akan sangat tergantung dan dipengaruhi oleh iklim belajar itu sendiri (learning climate), yang didalamnya tercakup berbagai hal seperti, : keadaan fisik,situasi social, kondisi ekonomi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Selain itu, persoalan kondisi mental peserta pendidik, seperti: minat, bakat, sikap, nilai-nilai, sifat personalitasnya, berbagai kemampuan dan sebagainya perlu dianalisa dan dipahami secara baik.

Semua kondisi diatas sangat berhubungan dengan keberadaan psikologi pendidikan dalam dunia pendidikan, yakni bertugas atau berperan untuk memberikan wacana-wacana solusi terbaik bagi keberagaman persoalan yang muncul dalam suasana proses belajar mengajar. Disamping itu, pemahaman-pemahaman kita terhadap fenomena yang muncul kepermukaan itu, baik terkait dengan definisi, hakikat dan tujuan dari psikologi pendidikan serta pengalaman kita sehari-hari dalam realitas sosial khususnya dalam mengaplikasikan pengajaran (sebagai guru), maka kita dapat meremuskan secara ringkas tentang peranan (tugas) psikologi pendidikan sebagai berikut:

1.       Psikologi pendidikan akan berperan dalam mempersiapkan para guru (calon) guru yang propesional yang berkompetensi dalam bekajar dan mengajar.

2.       Psikologi pendidikan mempengaruhi perkembangan, perbaikan dan penyempurnaan kurikukum sekolah sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan sebagai pedoman bagi para guru dalam membimbing proses belajar mengajar para siswa nya yang memadai.

3.       Psikologi pendidikan dapat memperngaruhi ide dan pelaksanaan admisnistratif dan supervisi pendidikan yang akan dilaksanakan oleh para pimpinan dan pemilik sekolah dalam mengelola kelancaran proses pendidikan di sekolah seiring dengan tuntutan kurikulum yang berlaku.

4.       Psikologi pendidikan mencoba mengarahkan guru fan calon guru untuk tahu mengapa suatu hal tertentu itu terjadi, bagaimana problem solving nya dan juga diharuskan mengetahui aktivitas-aktivita yang di anggap penting bagi pendidikan.

 

Psikologi pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam situasi pendidikan, yang meliputi pula pengertian tentang proses belajar dan mengajar. Secara garis besar, umumnya batasan pokok bahasan psikologi pendidikan dibatasi atas tiga macam:

1.    Mengenai belajar, yang meliputi teori-teori, prinsipprinsip dan ciri khas perilaku belajar peserta didik dan sebagainya.

2.    Mengenai proses belajar, yakni tahapan perbuatan dan peristiwa yang terjadi dalam kegiatan belajar peserta didik dan sebagianya.

3.    Mengenai situasi belajar, yakni suasana dan keadaan lingkungan baik bersifat fisik maupun non fisik yang berhubungan dengan kegiatan belajar peserta didik.  Dalam proses belajar-mengajar dapat dikatakan bahwa ini inti permasalahan psikiologis terletak pada anak didik. Bukan berarti mengabaikan persoalan psikologi seorang pendidik, namun dalam hal seseorang telah menjadi seorang pendidik maka ia telah melalui proses pendidikan dan kematangan psikologis sebagai suatu kebutuhan dalam mengajar. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah mengatakan bahwa “diantara pengetahuanpengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”.

 

Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat:

1.        Merumuskan Tujuan Pembelajaran Secara Tepat: Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2.        Memilih Strategi atau Metode Pembelajaran yang Sesuai: Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

3.        Memberikan Bimbingan atau Bahkan Memberikan Konseling: Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.

4.        Memfasilitasi dan Memotivasi Belajar Peserta Didik: Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.

5.        Menciptakan Iklim Belajar yang Kondusif: Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

6.        Berinteraksi Secara Tepat Dengan Siswanya: Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.

7.        Menilai hasil pembelajaran yang adil: Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3.     Kesimpulan

 

Guru sebagai pendidik di tuntut bukan hanya menguasai ilmu yang berkaitan dengan bidang yang ia ajarkan tetapi dituntu pula untuk bisa memahami karakteristik psikologi peserta didiknya. Dengan memahami karakteristik psikolgi peserta didik diharapkan seorang guru memaksimalkan proses pembelajaran di dalam kelas, mampu menangani peserta didik sesuai karakter dan perkembangan peserta didik.

Guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik bagi peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya, terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dengan memahami karekteristik siswa maka guru akan menjadi bijak dalam menyiapkan media pembelajaran, proses belajar mengajar itu sendiri, bahkan dalam memberikan penialaian.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI EVOLUSI DARWIN VS LAMARCK

Elektrolisis Larutan Kalium Iodida

Teori Evolusi Darwin Lengkap dan teori penciptaan khusus