AGAMA, FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

Perbedaan antara Ilmu, Filsafat, dan Agama: Terdapat perbedaan yang mendasar antara ilmu, filsafat, dan agama dimana ilmu dan filsafat bersumber dari akal budi atau rasio manusia. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen). Fislafat menemukan kebenaran atau kebijakan dengan cara penggunaan akal budi atau rasio yang dilakukan secara mendalam, menyeluruh, dan universal. Kebenaran yang diperoleh atau ditemukan oleh filsafat adalah murni hasil pemikiran (logika) manusia, dengan cara perenungan (berpikir) yang mendalam (logika) tentang hakikat sesuatu (metafisika). Agama mengajarkan kebenaran atau memberi jawaban berbagai masalah asasi melalui wahyu atau kitab suci yang berupa firman Tuhan. Kebenaran yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan, dengan cara penyelidikan tersebut adalah kebenaran positif, yaitu kebenaran atau teori yang lebih kuat dalil atau alasannya. Kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif, berupa dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimen. Baik kebenaran ilmu maupun kebenaran filsafat, keduanya nisbi (relatif), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang maha benar, yang maha mutlak.

Secara umum terdapat tiga jalan untuk mencari, menghampiri, dan menemukan kebenaran, yaitu: ilmu, filsafat, dan agama. Meskipun ketiga jalan ini mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam proses pencarian dan penemuan kebenaran, namun juga mempunyai pola hubungan sebagai berikut:

1. Ilmu pengetahuan adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam suatu sistem tentang kenyataan, struktur, pembagian, bagian-bagian dan hukum-hukum tentang hal ikhwal yang diselidikinya (alam, manusia, dan juga agama) sejauh yang dapat dijangkau daya pikiran manusia yang dibantu pengindraannya, yang kebenarannya dapat diuji secara empiris melalui riset observatif dan eksperimental.

2. Filsafat merupakan “ilmu istimewa” (ilmu khusus) yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan umum, karena masalah-masalah tersebut berada di luar atau di atas jangkauan ilmu pengetahuan pada umumnya. Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara radikal dan integral hakikat Tuhan; alam semesta; dan manusia. Oleh karena itu manusia harus bersikap bijak sebagai konsekuensi dari pemahamannya terhadap ketiga hal tersebut.

3. Agama merupakan satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan), ritus (tata peribadatan), dan norma (tata kaidah) atas apa yang diyakininya. Dalam agama juga diatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

Penjelasan tersebut menggambarkan hubungan ilmu, filsafat, dan agama yang tidak terpisahkan dari eksistensi manusia itu sendiri sebagai subjek. Manusia merupakan subjek yang berilmu (mencari ilmu), subjek yang berfilsafat (mengkaji filsafat), dan subjek yang beragama (menganut agama). Namun dalam menjalani proses eksistensinya sebagai subjek melalui ketiga bidang tersebut (ilmu, filsafat, dan agama), manusia dihadapkan pada suatu persamaan dan perbedaan tertentu. Dengan demikian, ilmu, filsafat, dan agama memiliki titik persamaan, titik perbedaan, dan juga titik singgung sebagaimana penjelasan sebagai berikut:

1. Titik Persamaan: Baik ilmu, filsafat ataupun agama bertujuan atau sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama, yaitu: kebenaran. Ilmu pengetahuan, dengan tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan (termasuk di dalamnya) manusia. Filsafat, dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia (yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena di luar atau di atas jangkauannya) dan juga tentang Tuhan. Agama, dengan karakteristiknya sendiri pula, memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia baik tentang alam, manusia ataupun Tuhan.

2. Titik Perbedaan: Baik ilmu maupun filsafat, keduanya dihasilkan dari sumber yang sama, yaitu: pikiran (akal, budi, rasio, nous, rede, vertand, vernunft) manusia. Sedangkan agama bersumber pada wahyu Tuhan yang lebih cenderung dipahami dengan “rasa”. Ilmu pengetahuan, mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan akal budi secara radikal (mengakar), integral dan universal, atau dikenal dengan “alat” yang bernama logika. Manusia mencari dan menemukan kebenaran agama dengan jalan mempertanyakan (mencari jawaban tentang) berbagai masalah asasi dari atau kepada kitab suci, kodifikasi, sabda Tuhan melalui orang-orang suci untuk manusia di atas planet bumi ini. Kebenaran ilmiah (ilmu pengetahuan) adalah kebenaran positif (kebenaran faktawi yang berlaku sampai dengan saat ini), kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat dibuktikan secara empiri, riset, dan eksperimental). Baik kebenaran ilmiah maupun kebenaran filsafat, keduanya bersifat nisbi (relatif). Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Benar, Maha Mutlak dan Maha Sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap sangsi atau tidak percaya, baru kemudian dapat menemukan kebenaran. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya pada iman dan dijalankan dengan bakti yang tulus (melalui rasa) hingga bisa merasakan kehadiran Tuhan sebagai kebenaran itu sendiri.

3. Titik Singgung: Tidak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu itu terbatas oleh subjeknya (sang penyelidik), oleh objeknya (baik objek material maupun objek formalnya), dan oleh metodologinya. Namun juga tidak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh ilmu, lantas dengan sendirinya dapat dijawab oleh filsafat, karena jawaban filsafat sifatnya spekulatif dan juga alternatif. Tentang suatu masalah asasi yang sama, misalnya, terdapat berbagai jawaban filsafat (pemikiran para filsuf) yang saling berbeda, sesuai dan sejalan dengan titik tolak sang ahli filsafat tersebut.

Ilmu pengetahuan, sebagai proses kegiatan berpikir yang dilakukan oleh manusia, ternyata dapat menghasilkan pengetahuan ilmiah, sebagai pengetahuan yang cukup dapat diandalkan kejelasannya dan kebenarannya. Sebagai makhluk berakal-budi, tentu saja dalam bertindak tidak berlangsung ngawur, melainkan didasarkan atas penalaran dan pengetahuan yang dapat dipertangungjawabkan kejelasan dan kebenarannya. Maka jelaslah bahwa ilmu pengetahuan memiliki peranan yang demikian besar dalam membantu manusia memperoleh keterangan, memperoleh penjelasan yang dapat diandalakan untuk dipakai sebagai dasar pertimbangan mengambil keputusan untuk bertindak. Maka ilmu pengetahuan cukup berperan dalam membantu perkembangan kehidupan umat manusia, memberi terang bagi manusia dalam menghadapi berbagai persoalan dan permasalahan kehidupannya. Namun agar ilmu pengetahuan yang memiliki manfaat yang begitu besar bagi kehidupan manusia tersebut tidak salah dalam memanfaatkannya, dan juga tidak disalahgunakan, maka perlulah para ilmuwan (sebagai pelaku kegiatan ilmiah) memiliki sikap moral yang memadai dalam menjalankan kegiatan ilmiah, yaitu memiliki sikap ilmiah.

 

Pandangan Saya

Sebagai seorang pendidik harus memiliki dasar filsafat yang baik untuk berfikir secara logis dan terarah sekaligus memiliki dasar cara berfikir ilmiah yang sesuai dengan ilmu pengetahuan. Karena tidak semua hal bisa dijelaskan sebatas logika saja yang sangat subjektif seperti dalam filsafat melainkan harus dijelaskan sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dalam ilmu pengetahuan.

Sebagai seorang pendidik dituntut untuk bisa memahami agama dengan baik juga agar bisa menjadi contoh bagi peserta didik sebagai penganut agam yang baik sekaligus menyeimbangkan antara agama, filsafat dan ilmu pengetahuan, bahwa ketiganya bisa berjalan beriringan, harmonis dalam keberagaman.

Agama, filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang begitu pesat dan memunculkan berbagai permasalahan yang harus dihadapi, menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda. Agar generasi muda ini tidak silau dalam menghadapi persoalan dan permasalahan hidupnya ditengah perkembangan teknologi yang begitu pesat, orang perlu memiliki pemahaman dan wawasan yang jelas, luas dan mendalam, sehingga diharap tidak ada aspek atau unsur dalam hidup manusia yang diabaikan dalam rangka pengambilan keputusan untuk bertindak. Dalam mengembangkan IPTEK, orang perlu memiliki sikap ilmiah.

Para ilmuwan sebagai orang yang profesional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu mereka juga perlu memiliki visi moral, perlu memiliki sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif, bebas dari prasangka pribadi dan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Sikap ilmiah yang perlu dimiliki para ilmuwan itu antara lain adalah: pertama, tidak ada rasa pamrih (disinterestedness), artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif dengan menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi; kedua, bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap pelbagai hal yang dihadapi secara tepat dan tidak ngawur; ketiga, memiliki kepercayaan secara layak terhadap kenyataan, terhadap alat-alat indera, maupun terhadap akal budi; keempat, memiliki sikap percaya dan merasa pasti bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian; kelima, sikap selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset, dan riset sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya; terakhir, sikap etis yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI EVOLUSI DARWIN VS LAMARCK

Elektrolisis Larutan Kalium Iodida

Teori Evolusi Darwin Lengkap dan teori penciptaan khusus