APA ITU HERMENEUTIKA ?
Menelisik kembali asal usul kata, kerap sangat membantu upaya kita memahami sesuatu. Dalam konteks ini, untuk memahami “hermeneutika”, kita perlu terlebih dahulu menggali etimologinya. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuĊ yang berarti: saya menasfirkan. Terminologi ini dipetik dari nama Hermes dalam epik karya Homeros yaitu Ililiad dan Odyssey. Dikisahkan bahwa Hermes adalah utusan dewa, ia mengemban tugas membawa pesan Zeus dari dunia dewa kepada alam manusia, terutama agar “bahasa dewa” dapat dimengerti dan diterjemahkan ke dalam “bahasa manusia” (Palmer, 1999). Hermes dikisahkan sangat piawai menasfirkan tanda yang diberikan dewa-dewa dan memiliki kemampuan menerjemahkan pesan-pesan tersebut dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia.
Di dalam mengemban tugas tersebut, Hermes menjembatani apa yang disebut “gap ontologis” (ontological gap) yakni gap antara pemikiran atau alam dewa dan pemikiran atau alam manusia. Dalam mitos, dikisahkan bahwa Hermes memiliki kemampuan muncul dan menghilang kapan saja, punya kemampuan lari secepat kilat, dan punya daya magis untuk membuat orang tertidur atau bangun. Dikisahkan pula bahwa Hemes bukan hanya sanggup menjembatani antara jarak fisik (physical distance) dan jarak ontologis (ontological gap) antara dunia dewa (illahi) dan dunia manusiawi (Palmer, hlm. 2).
Dalam salah satu karya Aristoteles “De Interpretatione’’[2] (tentang Interpretasi) kembali muncul istilah yang kurang lebih sama dengan Hermes, yakni “Peri Hermenias” yang mengacu kepada penafsiran dalam arti sempit, yakni penafasiran yang mengandung benar/salah. Dalam tradisi pemikiran Yunani, penafsiran seperti ini diarahkan pada teks pidato (retorika) seperti pidato Homeros dan syair-syairnya. Pada abad pertengahan, para Bapa Gereja menafsirkan Alkitab secara lebih sistematis dan metodis dengan mencari makna alegorinya (sensus allegoricus) yang coba memahami teks berkenaan dengan isi doktrinal dari dogma Gereja, sehingga yang menjelaskan setiap elemen literal yang memiliki makna simbolis. Hermenutika kemudian berkembang dan diadopsi para pakar Akitab (Kristen) yang mengembangkan studi penasfiran kitab suci secara ilmiah, dengan melihat konteks (kapan, di mana, lingkungan sosial budaya, serta ciri tekstual/struktur sastra) Alkitab tersebut untuk coba menangkap pesan (makna) yang dimaksudkan si penulis teks tersebut agar tidak bias dan maknanya tidak lari dari maksud si penulis.
Komentar