Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2021

STUDI FENOMENOLOGI

Istilah ‘fenomenologi’ digunakan begitu luas dalam studi ilmu - ilmu sosial dan humaniora dan maknanya, sebagaimana diakui Patton (1990: 68) , seringkali membingungkan, setidaknya karena tiga alasan. Pertama, kadang - kadang istilah ‘ fenomenologi ’ digunakan s ebagai sebuah paradigma yang menjadi payung penelitian kualitatif , disepadankan dengan paradigma interpretif , atau naturalistik . Disebut ‘naturalistik’ karena perolehan data dilakukan dengan latar alami. Kedua, sebagai sebuah perspektif teoretik, dan ket iga sering juga digunakan sebagai nama salah satu jenis penelitian kualitatif atau sebuah metode mencari kebenaran ilmiah . Sajian ini khusus membahas ‘fenomenologi’ sebagai metode penelitian.   Peneliti fenomenologis berusaha untuk memahami makna peristiwa atau gejala serta interaksi pada orang atau sekelompok orang dalam situasi tertentu. Karena fenomenologi berada di bawah payung paradigma interpretif, maka pe

APA ITU HERMENEUTIKA ?

Menelisik kembali asal usul kata, kerap sangat membantu upaya kita memahami sesuatu. Dalam konteks ini, untuk memahami “hermeneutika”, kita perlu terlebih dahulu menggali etimologinya. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuĊ yang berarti: saya menasfirkan. Terminologi ini dipetik dari nama Hermes dalam epik karya Homeros yaitu Ililiad dan Odyssey. Dikisahkan bahwa Hermes adalah utusan dewa, ia mengemban tugas membawa pesan Zeus dari dunia dewa kepada alam manusia, terutama agar “bahasa dewa” dapat dimengerti dan diterjemahkan ke dalam “bahasa manusia” (Palmer, 1999). Hermes dikisahkan sangat piawai menasfirkan tanda yang diberikan dewa-dewa dan memiliki kemampuan menerjemahkan pesan-pesan tersebut dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. Di dalam mengemban tugas tersebut, Hermes menjembatani apa yang disebut “gap ontologis” (ontological gap) yakni gap antara pemikiran atau alam dewa dan pemikiran atau alam manusia. Dalam mitos, dikisahkan bahwa Hermes memiliki kemampu

APA ITU ETNOMETODOLOGI ?

Harold Garfinkel, memperkenalkan etnometodologi sebagai suatu kajian dan metode untuk pertama kalinya pada 1967, lewat karyanya yang berjudul: “Studies in Etnomethodology”. Karya tersebut langsung mendapat kritikan secara terus menerus dari para akademisi sosial. Respon – respon awal yang diterima Etnometodologi sangat pedas dan menyebabkan Garfinkel disingkirkan dari percaturan akademisi sosial (Lihat Heritage 2015, 383 – 385).             Etnometodologi menurut Garfinkel (dalam Ritzer 2014, 302) memusatkan perhatian pada organisasi sehari – hari. Etnometodologi berpadangan bahwa kegiatan yang dilakukan individu dilakukan sehari – hari dan relatif tanpa berpikir (Ritzer 2014, 302). Hal ini menjadi fokus utama Etnometodologi tidak pada struktur, namun memfokuskan bagaimana individu membangun kesadaran dan pemahaman akan struktur.             Perkembangan etnometodologi sebenarnya relatif baru bila dibandingkan dengan pendekatan struktural fungsional dan interaksionis [1] simbolis

APA ITU FENOMENOLOGI ?

Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, phaenaesthai, yang mengandung arti menunjukkan dirinya sendiri (Hasbiansyah, 2008). Istilah yang lain dari fenomenologi adalah phainomenon. Secara harfiah fenomenologi berarti nampak atau menampakkan diri. Fenomena merupakan fakta yang disadari dan masuk dalam pemahaman manusia. Fenomenologi menggambarkan pengalaman manusia yang terkait dengan objek (Kuswarno, 2009). Fenomenologi adalah pendekatan filsafat yang memusatkan perhatian pada gejala yang membanjiri kesadaran manusia, menurut Bagus dalam (Hasbiansyah, 2008). Ilmu bisa diperoleh dengan mengalami secara sadar suatu peristiwa. Dalam fenomenologi tidak ada teori, tidak ada hipotesis, dan tidak ada sistem (Hasbiansyah, 2008). Fenomenologi melihat, merekam, mengonstruk realitas dengan menepis semua asumsi yang mengontaminasi pengalaman konkret manusia (subjek). Itu sebabnya fenomenologi disebut sebagai cara berpikir yang radikal. Fenomenologi menekankan upaya menggapai “esensi”, lepas da