SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI DAN KORBAN JIWA MERAPI
Gunung Merapi
merupakan salah satu gunung paling aktif di bumi Nusantara, sejarah
mencatat setidaknya letusan gunung Merapi sudah terjadi sejak 1000
tahun lalu. Dan karena aktivitas Merapi lah yang mengakibatkan
berpindahnya kebudayaan kerajaan Mataram kuno ke daerah Jawa Timur.
Selain
itu banyak desa dan candi-candi peninggalan kerajaan Mataram Hindu
maupun Budha tertimbun abu vulkanik Gunung Merapi, candi-candi tersebut
berada di dusun-dusun seperti Kadisoka, Kedulan, dan Sambisari (Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta). Selain itu letusan Gunung Merapi merubah
wujud asli Candi Borobudur yang mulanya berada di tengah-tengah danau.
Saat
ini Gunung Merapi yang berada di 4 Kabupaten di Jawa Tengah itu mulai
beraktivitas lagi, berikut jurnal letusan Gunung Merapi paling dahsyat
yang terekam sejarah.
Tahun
1006 M, menurut Van Bemmelen (1949) Gunung Merapi pernah meletus.
Akibat letusan ini sebagian puncak runtuh dan longsor ke arah barat
daya, tertahan oleh Perbukitan Menoreh, kemudian membentuk
gundukan-gundukan bukit yang dikenal sebagai Gendol Hills.
Letusan
di tahun ini menurut Wikipedia tercatat sebagai salah satu ledakan
Gunung Merapi paling hebat membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa
diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan
Mataram kuno harus berpindah ke Jawa Timur, karena tersapu lumpur,
namun catatan Van Bemmelen ini masih banyak dipertentangkan dikalangan
sejarahwan.
Sejarah
mencatat sekitar abad 9-11 Masehi, Gunung Merapi kembali meletus. Tidak
diketahui secara pasti berapa jumlah korban jiwa dalam letusan kali
ini, diduga akibat letusan ini mengakibatkan candi-candi yang berada di
kawasan sekitar Jawa Tengah bagian selatan terkubur akibat abu vulkanik
ini.
Di tahun 1672 M Gunung Merapi meletus, akibat letusan itu 3000 orang meninggal dunia.
Gunung
Merapi kembali meletus dahsyat di tahun 1786, di tahun ini tidak
tercatat secara jelas jumlah korban yang tewas akibat ledakan tersebut.
Pada tahun 1822, kembali Gunung Merapi meletus tercatat setidaknya 100 orang meninggal dunia.
Hanya
berselang 50 tahun tepatnya di tahun 1872, Gunung Merapi kembali
menghamburkan abu vulkanik secara dahsyat akibatnya 200 orang meninggal
dunia.
Di
tahun 1930 letusan hebat kembali terjadi, kali ini aliran lava,
piroklastika, dan lahar hujan, mengguyur dan menghancurkan 13 desa
akibatnya 1400 orang tewas akibat peristiwa alam ini.
Selain letusan hebat diatas, setidaknya banyak letusan Gunung Merapi juga terjadi di tahun-tahun tersebut di bawah ini:
Tahun | Korban Meninggal Dunia | Korban Luka |
1832 | 32 orang | - |
1872 | 200 orang | - |
1904 | 16 orang | - |
1920 | 35 orang | - |
1930 | 1369 orang | - |
1954 | 64 orang | luka 57 orang |
1961 | 6 orang | - |
1969 | 3 orang | - |
1976 | 29 orang | luka 2 orang |
22 November 1994 | 66 orang | luka 6 orang |
1997 | tidak ada korban | - |
1998 | tidak ada korban | - |
2001 | tidak ada korban | - |
Mei 2006 | 2 orang meninggal | - |
sumber: http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/bicara_fakta/2010/10/22/6/-Letusan-Merapi-Sepanjang-Zaman
Yogyakarta - Korban tewas akibat letusan Gunung Merapi yang terletak di
perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, menjadi 32 orang
dari sebelumnya 30 orang setelah dua korban kritis dinyatakan meninggal
dunia.
Berdasarkan keterangan dari Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta dua korban kritis yang meninggal dunia pada Kamis pukul 07.05 WIB adalah Udi Sutrisno, adik ipar Mbah Maridjan, sedangkan satu korban lain Harno Wiyono meninggal dunia pukul 07.00 WIB.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta AKBP Agustinus mengatakan, dari 32 korban meninggal dunia, sebanyak 25 di antaranya meninggal saat kejadian, sedangkan sisanya meninggal di rumah sakit karena tidak tertolong jiwanya.
Ia mengatakan proses identifikasi para korban letusan gunung paling aktif di Indonesia tersebut diakui cukup sulit karena kondisi tubuh hampir 70 persen luka bakar .
Dia mengatakan, pengidentifikasian korban tergolong sulit sehingga hanya bisa dilakukan melalui identifikasi sekunder yaitu ciri fisik. Identifikasi tidak bisa dilakukan secara primer karena kulit korban sudah terkelupas sehingga tidak bisa diambil sidik jari dan catatan gigi.
"Kebiasaan dari kalangan masyarakat yang tidak pernah ke dokter gigi sehingga menyulitkan untuk pengidentifikasian sekunder fisik para korban," katanya
Sekunder fisik korban hanya bisa dilakukan melalui pengukuran tinggi badan dan pakaian yang dikenakan mereka sehingga pengidentifikasian memakan waktu lama.
Berdasarkan keterangan dari Rumah Sakit (RS) Sardjito Yogyakarta dua korban kritis yang meninggal dunia pada Kamis pukul 07.05 WIB adalah Udi Sutrisno, adik ipar Mbah Maridjan, sedangkan satu korban lain Harno Wiyono meninggal dunia pukul 07.00 WIB.
Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta AKBP Agustinus mengatakan, dari 32 korban meninggal dunia, sebanyak 25 di antaranya meninggal saat kejadian, sedangkan sisanya meninggal di rumah sakit karena tidak tertolong jiwanya.
Ia mengatakan proses identifikasi para korban letusan gunung paling aktif di Indonesia tersebut diakui cukup sulit karena kondisi tubuh hampir 70 persen luka bakar .
Dia mengatakan, pengidentifikasian korban tergolong sulit sehingga hanya bisa dilakukan melalui identifikasi sekunder yaitu ciri fisik. Identifikasi tidak bisa dilakukan secara primer karena kulit korban sudah terkelupas sehingga tidak bisa diambil sidik jari dan catatan gigi.
"Kebiasaan dari kalangan masyarakat yang tidak pernah ke dokter gigi sehingga menyulitkan untuk pengidentifikasian sekunder fisik para korban," katanya
Sekunder fisik korban hanya bisa dilakukan melalui pengukuran tinggi badan dan pakaian yang dikenakan mereka sehingga pengidentifikasian memakan waktu lama.
Komentar