jarak fokus lensa tipis

Kumpulan Laporan Laboratorium Fisika 1
APERTURE ACCESSORIES

A. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh dari ukuran celah terhadap intensitas cahaya?
b. Bagaimana pengaruh dari ukuran celah terhadap kedalaman medan yang dihasilkan?
c. Bagaimana aberasi sferis dari suatu lensa?
d. Bagaimana aberasi warna yang diperoleh?

B. Tujuan
a. Menentukan nilai intensitas cahaya untuk masing-masing celah.
b. Menentukan pengaruh dari ukuran celah terhadap kedalaman medan yang dihasilkan.
c. Menunjukkan aberasi sferis dari suatu lensa.
d. Menunjukkan aberasi warna yang dihasilkan.

C. Landasan Teori
Aberasi merupakan peristiwa dimana bayangan yang dibentuk oleh sistem optik tidak tepat serupa dengan bentuk bayangan atau dengan kata lain aberasi yaitu penyimpangan bentuk bayangan dari bentuk bendanya.
Pengertian aberasi sferis tidak hanya ditujukan bagi permukaan lengkung yang berwujud permukaan bola, melainkan juga untuk sembarang permukaan lengkung. Jenis kelengkungan permukaan suatu benda akan menentukan besarnya aberasi sferis yang terjadi. Aberasi sferis terjadi karena adanya kelengkungan sferis permukaan bidang batas. Rumus optika geometri hanya berlaku untuk berkas sinar-sinar yang paraksial.
Misalkan sinar paraksial dari titik sumber P membentuk bayangan P’, maka berkas sinar yang lebih jauh dari sumbu utama akan membentuk bayangan P” yang letaknya berbeda dengan P’. Sehingga dari berbagai berkas sinar yang semakin jauh dari sumbu utama akan dibentuk berbagai bayangan sehingga secara keseluruhan bayangan dari suatu titik sumber cahaya tidak akan berwujud titik bayangan melainkan akan berbentuk bundaran kabur. Makin besar bundarannya makin kabur bayangan tersebut, dan bayangan yang paling tajam akan berada di tempat dimana bundaran bayangan paling kecil. Bundaran paling kecil tersebut disebut dengan “circle of least confucion” yakni bundaran dengan kekaburan minimum.
Aberasi sferis terbagi atas aberasi sferis aksial dan aberasi sferis lateral. Aberasi sferis aksial menimbulkan ketidakpastian letak bayangan sepanjang arah sumbu optik, sedangkan aberasi sferi lateral menyebabkan kekaburan bayangan titik sumber sinar berupa bundaran kekaburan pada arah tegak lurus sumbu optik.
Oleh karena aberasi sferis disebabkan oleh ikut sertanya sinar-sinar non paraksial dalam pembentukan bayangan, maka aberasi sferis dapat dapat dihindarkan dengan membatasi sinar yang masuk ke sistem optik, misalnya dengan menempatkan diagframa di hadapan sistem optik sehingga hanya sinar-sinar yang paraksial saja yang masuk ke sistem optik.
Permukaan sferis yang berbentuk paraboloid tidak akan menampilkan aberasi sferis. Aberasai sferis dalam pementulan cahaya oleh cerrmin juga dapat dihilangkan dengan menempatkan lensa dengan bentuk kelengkungan permukaaan tertentu di depan permukaan cermin non paraboloid seperti yang terdapat pada cermin Mangin dan cermin Schmidt.
Aberasi kromatis terjadi berdasarkan kenyataan bahwa indeks bias cahaya tergantung pada warna cahaya tersebut. Warna biru akan lebih dibiaskan daripada warna merah. Dengan demikian maka jarak fokus untuk masing-masing warna dalam pembentukan bayangan oleh sistem optik juga berbeda. Warna biru mempunyai jarak fokus yang lebih pendek daripada warna merah.
Aberasi kromatis seperti halnya aberasi sferis terdiri atas dua jenis yaitu aberasi kromatik aksial atau longitudinal, dan aberasi kromatis lateral. Aberasi kromatik aksial yaitu terjadinya variasi warna bayangan sepanjang arah sumbu utama, sedangkan aberasi kromatis lateral merupakan uraian warna pada bayangan yang terlihat jika dipasang tabir pada suatu tempat.
Pada percobaan ini dengan menggunakan piringan lekah (apperture disk), dimana ketika besar celah diperkecil dengan cara suatu tertentu maka intensitas cahayanya menembus celah berikutnya. Keenam celah pada piringan berkaitann dengan f-stops yang didefinisikan dalam fotografi f-stops yaitu sebagai berikut:







f-stop f-stop calentation

f-4 (√2)4 = 4,00
f-5,6 (√2)5 = 5,66
f-8 (√2)6 = 8,00
f-11 (√2)7 = 11,3
f-16 (√2)8 = 16,00
f-22 (√2)9 = 22,63

D. Alat- Alat
a. Bangku optik (Optical bench)
b. Accessory holder
c. Lensa 100 mm
d. Apperture accessory (05-8524)
e. Central mask
f. Peripheral (outher mask)
g. Screen
h. Digital photometer ( SE-9087)

E. Variabel dan Definisi Operasional
 Variabel bebas
 Jarak antara sumber cahaya dengan layar, yang disimbolkan dengan d. Dimana jarak inidiukur dengan skala metrik yang ada pada bangku optik.
 Lekah atau ukuran celah yang terdiri dari f-4 sampai f-16
 Variabel terikat
 Intensitas bayangan yang dapat dilihat pada layar, yang memiliki nilai tanpa satuan dan diukur dengan menggunakan fotometer digital,
 Jarak bayangan yang disimbolkan dengan d, yaitu situasi dimana bayangan benda dapat ditangkap dengan jelas oleh layar, yang diukur dengan menggunakan skala metrik yang terdapat pada bangku optik dengan satuan cm.
 Kedalaman medan, yang ditunjukkan oleh kekaburan bayangan yang teramati pada jarak tertentu antara lensa dan layar. Yang dalam percobaan ini disimbolkan dengan d, serta memiliki satuan cm.
 Aberasi, yakni peristiwa penyimpangan bentuk bayangan yang disebabkan oleh cahaya yang polikromatik dan juga bentuk lensa.dimana gejala ini ditentukan atau tergantung pada jarak lensa.
 Variabel kontrol
 Intensitas cahaya, yaitu merupakan fluks cahaya yang keluar dari celah tiap satuan luas yang menembus tegak lurus suatu permukaan.
 Fokus lensa yang disimbolkan dengan f, dimana dalam percobaan ini digunakan lensa dengan fokus 100 mm .

F. Prosedur Kerja
 Bagian I : Aberasi sferis
 Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan menjadi setengah dengan tiap-tiap penambahan/ pengurangan pada ukuran celah.
 Menggunakan lensa 100 mm, dengan piringan lekah dipasang pada celah yang terbesar (f-4), kemudian mefokuskan bayangan obyek yang diterangkan pada layar
 Menggunakan sebuah fotometer digital (seperti SE-9087) pada posisi layar untuk menentukan bayangan, kemudian mencatat nilainya pada tabel hasil pengamatan.
 Mengulangi langkah 1 dan 2 dengan memilih celah berikutnya yang lebih kecil (f-5,6) dan mengukur cahaya yang baru untuk menunjukkan bahwa intensitas cahaya adalah setengah dari nilai sebenarnya, mengulangi percobaan ini untuk semua celah.


Tabel 1 : Perbandingan ukuran celah dengan intensitas bayangan

Ukuran Celah Intensitas bayangan
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22

 Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan.
 Meletakkan layar 50 cm dari sumber cahaya, menggunakan lensa 100 mm dengan celah (f-4) untuk memfokuskan obyek pada layar. Mengecek seberapa jauh layar dapat digerakkan tanpa memperhatikan perubahan jelas atau tidaknya bayangan.
 Mengulangi langkah ini dengan menggunakan celah yang lebih kecil untuk menunjukkan bahwa stopping down memberikan ke dalam obyek yang lebih besar dari bidang. Kemudian mencatat hasilnya pada tabel 2.
Tabel 2 : Pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan (d)
Ukuran Celah Jarak (d) cm
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22

 Menunjukkan aberasi sferis pada lensa
 Menggunakan lensa 100 mm pada fokus gambar dari obyek yang bersinar pada layar.
 Meletakkan alat outher mask aberasi spherical pada lensa dan kembali pada fokus gambar dengan memindahkan layar, mencatat layar mana yang harus digerakkan untuk membawa gambar ke fokus.
 Meletakkan alat centre mask spherical aberration ke lensa dan kembali ke fokus gambar dan meindahkan layar. Mencatat layar mana yang harus digerakkan untuk membawa gambar ke fokus. Apakah sinar-sinar menmbus ujung outher mask daripada lensa atau kurang menembus bagian tengah daripada lensa. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada tabel 3.
Tabel 3 : Aberasi sferis pada lensa
Spherical Aberration Jarak (d) cm
Outher mask
Centre mask



 Bagian II : Aberasi warna
 Menunjukkan aberasi warna
 Menggunakan lensa 100 mm dengan center mask ke gambar fokus obyek yang bercahaya pada layar.
 Memindahkan layar dari tempatnya dan lensa, hingga gambar menjadi kabur. Warna apa yang ditimbulkan gambar ?
 Memindahkan layar terhadap lensa melalui titik fokus sehingga gambar kabur kembali. Sekarang warna gambar apa yang ditampilkan (merah atau biru) yang diarahkan lebih menembus atau melewati bagian outher daripada lensa. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada tabel 4.
Tabel 4 : Aberasi Warna
Warna Jarak (d) cm
Merah (kabur)
Merah (menembus)

G. Hasil Percobaan dan Pembahasan
 Bagian I : Aberasi sferis
 Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan untuk setiap ukuran celah

Ukuran Celah Intensitas bayangan
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22 0,88
0,43
0,24
0,12
0,09
0,06

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran celah yang digunakan maka semakin besar juga intensitas bayangan yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya semakin kecil celah yang digunakan maka semakin kecil pula intensitas bayangan yang dihasilkan. Dan dapat dilihat pula bahwa intensitas bayangan menjadi setengah dari intensitas bayangan sebelumnya. Misalnya pada f-11 (0,12) nilainya setengah dari f-8 (0,24)

 Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan.

Ukuran Celah Jarak (d) cm
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22 56
61
67
71
76
81

Pada tabel percobaan kedua ini tampak terlihat bahwa semakin kecil ukuran celah yang digunakan, maka jarak yang dibutuhkan untuk dapat melihat bayangan pada layar semakin besar. Jarak inilah yang merupakan kedalaman medan yang ditunjukkan oleh tingkat kekaburan bayangan, dimana kekaburan suatu bayangan dapat diperoleh dengan cara menjauhkan layar dari lensa. Sebaliknya apabila layar digeser mendekati lensa, maka bayangan akan tampak semakin jelas, sehingga pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan tidak teramati.
 Menunjukkan aberasi sferis pada lensa

Spherical Aberration Jarak (d) cm
Outher mask 52,1
Centre mask 49,5

Dengan melihat tabel hasil diatas terlihat bahwa kejelasan suatu bayangan pada centre mask lebih kecil dari pada outher mask. Dimana jarak bayangan yang jelas dari obyek untuk outher mask lebih besar (52,1 cm) dari pada centre mask (49,5 cm) Hal ini dikarenakan pada centre mask sinar cahaya yang datang lebih menembus bagian tepi, karena tidak mungkin sinar menmbus bagian tengah dari centre mask yang berwarna hitam gelap. Dengan menggunakan centre mask dan outher mask ini maka dapat ditunjukkan terjadinya aberasi sferis pada lensa, yaitu penyimpangan bentuk bayangan dari bentuk semula yang disebabkan oleh bentuk permukaan lensa yang berbentuk lengkung, berwujud permukaan bola.

 Bagian II : Aberasi warna
 Menunjukkan aberasi warna

Warna Jarak (d) cm
Merah (kabur) 93,4
Merah (Terang/menembus) 48


Pada percobaan aberasi warna ini dapat dilihat bahwa pada peristwa aberasi warna untuk warna biru dan warna lainnya terlalu dibiaskan bila dibandingkan dengan warna merah, ini tampak dari warna yang paling dominan menembus bagian tepi centre mask hanyalah warna merah baik yang berwarna kabur ataupun terang. Dimana jarak untuk warna merah terang yang menembus bagian tepi dari centre mask jaraknya hanya 48 cm, bila dibandingkan dengan warna merah merah kabur yang jaraknya 93,4 cm. Ini dikarenakan warna merah memiliki jarak fokus yang lebih besar dari warna-warna lain seperti warna hijau dan biru. Selain itu pula berdasarkan percoban ini dapat dilihat bahwa jenis aberasi warna atau kromatis yang terjadi berupa aberasi kromatis lateral (uraian warna pada bayangan yang terlihat jika dipasang tabir pada pada suatu tempat).

H. Kesimpulan
 Semakin besar ukuran celah yang dilalui oleh cahaya maka semakin besar intensitas bayangan suatu obyek. Sebaliknya semakin kecil ukuran celah maka intensitas bayangannya juga semakin kecil.
 Kedalaman medan suatu obyek ditentukan oleh tingkat kekaburan bayangan, dimana pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan tidak dapat terlihat bila bayangan suatu obyek semakin jelas/terang.
 Semakin kecil ukuran celah yang digunakan, maka jarak kekaburan bayangan suatu obyek semakin besar, demikian pula sebaliknya semakin besar ukuran celah yang digunakan, jarak kekaburan bayangan semakin kecil.
 Semakin kecil bundaran yang terbentuk maka semakin jelas bayangan benda, dan bayangan yang paling tajam akan berada di tempat dimana bundaran yang paling kecil yakni bundaran dengan kekaburan minimum.
 Aberasi sferis terjadi akibat adanya kelengkungan sferis permukaan bidang batas.
 Untuk lensa, aberasi sferis diakibatkan bentuk permukaan lensa yang berupa permukaan lengkung yang berwujud permukaan bola
 Aberasi kromatis terjadi karena adanya ketergantungan indeks bias cahaya pada warna cahaya tersebut. Dimana warna biru akan lebih dibiaskan daripada warna merah.
 Warna merah mempunyai jarak fokus yang lebih besar bila dibandingkan dengan warna-warna lain seperti warna hijau dan biru, seingga warna yang lebih dominan menembus bagian tepi dari centre mask adalah warna merah.

I. Kemungkinan Kesalahan
 Kurang jelinya praktikan dalam melihat bentuk bayangan yang paling jelas pada layar.
 Tegangan listrik yang tidak stabil, sehingga intensitas dari sumber cahayanya tidak konstan.
 Adanya kesalahan paralaks dalam membaca jarak antara layar dan lensa yang ditunjukkan oleh skala metrik pada bangku optik sehingga mempengaruhi keakuratan data.
 Ada cahaya lain yang masuk dalam ruangan, sehingga intensitas (data) yang diperoleh tidak akurat.

J. Daftar Pustaka

 Soedojo, Peter Dr.B.Sc, 1992, Asas-asas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika, Yokyakarta: Gajah Mada University Press
 Resnic, Halliday, 1996, Fisika Jilid 2, Jakarta: Erlangga





 Jika radiasi yang dipancarkan kubus maksimum, maka tegangan yang terbaca pada sensor radiasi pun maksimum, atau dengan kata lain jika suhu kubus maksimum, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor pun maksimum.
 Relasi Rnet = eσ T14 - eσ T24 = eσ (T14 - T24) berlaku pada suhu rendah.

A. Kemungkinan Kesalahan
 Kurang teliti membaca hambatan pada ohm meter yang sering berfluktuasi, sehingga data yang diperoleh kurang akurat.
 Keaktifan baterei pada multimeter digital kurang sehingga menunjukkkan angka yang tidak valid.
 Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data dilakukan

B. Daftar Pustaka
 Hadiat, dkk, 2000, Kamus Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Pelajar SLTP dan SLTA, Jakarta: Balai Pustaka
 Instruction Manual and Experiment Guide for the PASCO scientific Model TD-8553/8554 A/855 Thermal Radiation System.
 Resnic, Robert dan Halliday, David, 1996, Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga (terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto), Jakarta: Erlangga
 Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985, Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana dan Drs. Amir Achmad) Jakarta: Binacipta










APERTURE ACCESSORIES

A. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh dari ukuran celah terhadap intensitas cahaya?
b. Bagaimana pengaruh dari ukuran celah terhadap kedalaman medan yang dihasilkan?
c. Bagaimana aberasi sferis dari suatu lensa?
d. Bagaimana aberasi warna yang diperoleh?

B. Tujuan
a. Menentukan nilai intensitas cahaya untuk masing-masing celah.
b. Menentukan pengaruh dari ukuran celah terhadap kedalaman medan yang dihasilkan.
c. Menunjukkan aberasi sferis dari suatu lensa.
d. Menunjukkan aberasi warna yang dihasilkan.

C. Landasan Teori
Aberasi merupakan peristiwa dimana bayangan yang dibentuk oleh sistem optik tidak tepat serupa dengan bentuk bayangan atau dengan kata lain aberasi yaitu penyimpangan bentuk bayangan dari bentuk bendanya.
Pengertian aberasi sferis tidak hanya ditujukan bagi permukaan lengkung yang berwujud permukaan bola, melainkan juga untuk sembarang permukaan lengkung. Jenis kelengkungan permukaan suatu benda akan menentukan besarnya aberasi sferis yang terjadi. Aberasi sferis terjadi karena adanya kelengkungan sferis permukaan bidang batas. Rumus optika geometri hanya berlaku untuk berkas sinar-sinar yang paraksial.
Misalkan sinar paraksial dari titik sumber P membentuk bayangan P’, maka berkas sinar yang lebih jauh dari sumbu utama akan membentuk bayangan P” yang letaknya berbeda dengan P’. Sehingga dari berbagai berkas sinar yang semakin jauh dari sumbu utama akan dibentuk berbagai bayangan sehingga secara keseluruhan bayangan dari suatu titik sumber cahaya tidak akan berwujud titik bayangan melainkan akan berbentuk bundaran kabur. Makin besar bundarannya makin kabur bayangan tersebut, dan bayangan yang paling tajam akan berada di tempat dimana bundaran bayangan paling kecil. Bundaran paling kecil tersebut disebut dengan “circle of least confucion” yakni bundaran dengan kekaburan minimum.
Aberasi sferis terbagi atas aberasi sferis aksial dan aberasi sferis lateral. Aberasi sferis aksial menimbulkan ketidakpastian letak bayangan sepanjang arah sumbu optik, sedangkan aberasi sferi lateral menyebabkan kekaburan bayangan titik sumber sinar berupa bundaran kekaburan pada arah tegak lurus sumbu optik.
Oleh karena aberasi sferis disebabkan oleh ikut sertanya sinar-sinar non paraksial dalam pembentukan bayangan, maka aberasi sferis dapat dapat dihindarkan dengan membatasi sinar yang masuk ke sistem optik, misalnya dengan menempatkan diagframa di hadapan sistem optik sehingga hanya sinar-sinar yang paraksial saja yang masuk ke sistem optik.
Permukaan sferis yang berbentuk paraboloid tidak akan menampilkan aberasi sferis. Aberasai sferis dalam pementulan cahaya oleh cerrmin juga dapat dihilangkan dengan menempatkan lensa dengan bentuk kelengkungan permukaaan tertentu di depan permukaan cermin non paraboloid seperti yang terdapat pada cermin Mangin dan cermin Schmidt.
Aberasi kromatis terjadi berdasarkan kenyataan bahwa indeks bias cahaya tergantung pada warna cahaya tersebut. Warna biru akan lebih dibiaskan daripada warna merah. Dengan demikian maka jarak fokus untuk masing-masing warna dalam pembentukan bayangan oleh sistem optik juga berbeda. Warna biru mempunyai jarak fokus yang lebih pendek daripada warna merah.
Aberasi kromatis seperti halnya aberasi sferis terdiri atas dua jenis yaitu aberasi kromatik aksial atau longitudinal, dan aberasi kromatis lateral. Aberasi kromatik aksial yaitu terjadinya variasi warna bayangan sepanjang arah sumbu utama, sedangkan aberasi kromatis lateral merupakan uraian warna pada bayangan yang terlihat jika dipasang tabir pada suatu tempat.
Pada percobaan ini dengan menggunakan piringan lekah (apperture disk), dimana ketika besar celah diperkecil dengan cara suatu tertentu maka intensitas cahayanya menembus celah berikutnya. Keenam celah pada piringan berkaitann dengan f-stops yang didefinisikan dalam fotografi f-stops yaitu sebagai berikut:







f-stop f-stop calentation

f-4 (√2)4 = 4,00
f-5,6 (√2)5 = 5,66
f-8 (√2)6 = 8,00
f-11 (√2)7 = 11,3
f-16 (√2)8 = 16,00
f-22 (√2)9 = 22,63

D. Alat- Alat
a. Bangku optik (Optical bench)
b. Accessory holder
c. Lensa 100 mm
d. Apperture accessory (05-8524)
e. Central mask
f. Peripheral (outher mask)
g. Screen
h. Digital photometer ( SE-9087)

E. Variabel dan Definisi Operasional
 Variabel bebas
 Jarak antara sumber cahaya dengan layar, yang disimbolkan dengan d. Dimana jarak inidiukur dengan skala metrik yang ada pada bangku optik.
 Lekah atau ukuran celah yang terdiri dari f-4 sampai f-16
 Variabel terikat
 Intensitas bayangan yang dapat dilihat pada layar, yang memiliki nilai tanpa satuan dan diukur dengan menggunakan fotometer digital,
 Jarak bayangan yang disimbolkan dengan d, yaitu situasi dimana bayangan benda dapat ditangkap dengan jelas oleh layar, yang diukur dengan menggunakan skala metrik yang terdapat pada bangku optik dengan satuan cm.
 Kedalaman medan, yang ditunjukkan oleh kekaburan bayangan yang teramati pada jarak tertentu antara lensa dan layar. Yang dalam percobaan ini disimbolkan dengan d, serta memiliki satuan cm.
 Aberasi, yakni peristiwa penyimpangan bentuk bayangan yang disebabkan oleh cahaya yang polikromatik dan juga bentuk lensa.dimana gejala ini ditentukan atau tergantung pada jarak lensa.
 Variabel kontrol
 Intensitas cahaya, yaitu merupakan fluks cahaya yang keluar dari celah tiap satuan luas yang menembus tegak lurus suatu permukaan.
 Fokus lensa yang disimbolkan dengan f, dimana dalam percobaan ini digunakan lensa dengan fokus 100 mm .

F. Prosedur Kerja
 Bagian I : Aberasi sferis
 Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan menjadi setengah dengan tiap-tiap penambahan/ pengurangan pada ukuran celah.
 Menggunakan lensa 100 mm, dengan piringan lekah dipasang pada celah yang terbesar (f-4), kemudian mefokuskan bayangan obyek yang diterangkan pada layar
 Menggunakan sebuah fotometer digital (seperti SE-9087) pada posisi layar untuk menentukan bayangan, kemudian mencatat nilainya pada tabel hasil pengamatan.
 Mengulangi langkah 1 dan 2 dengan memilih celah berikutnya yang lebih kecil (f-5,6) dan mengukur cahaya yang baru untuk menunjukkan bahwa intensitas cahaya adalah setengah dari nilai sebenarnya, mengulangi percobaan ini untuk semua celah.


Tabel 1 : Perbandingan ukuran celah dengan intensitas bayangan

Ukuran Celah Intensitas bayangan
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22

 Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan.
 Meletakkan layar 50 cm dari sumber cahaya, menggunakan lensa 100 mm dengan celah (f-4) untuk memfokuskan obyek pada layar. Mengecek seberapa jauh layar dapat digerakkan tanpa memperhatikan perubahan jelas atau tidaknya bayangan.
 Mengulangi langkah ini dengan menggunakan celah yang lebih kecil untuk menunjukkan bahwa stopping down memberikan ke dalam obyek yang lebih besar dari bidang. Kemudian mencatat hasilnya pada tabel 2.
Tabel 2 : Pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan (d)
Ukuran Celah Jarak (d) cm
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22

 Menunjukkan aberasi sferis pada lensa
 Menggunakan lensa 100 mm pada fokus gambar dari obyek yang bersinar pada layar.
 Meletakkan alat outher mask aberasi spherical pada lensa dan kembali pada fokus gambar dengan memindahkan layar, mencatat layar mana yang harus digerakkan untuk membawa gambar ke fokus.
 Meletakkan alat centre mask spherical aberration ke lensa dan kembali ke fokus gambar dan meindahkan layar. Mencatat layar mana yang harus digerakkan untuk membawa gambar ke fokus. Apakah sinar-sinar menmbus ujung outher mask daripada lensa atau kurang menembus bagian tengah daripada lensa. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada tabel 3.
Tabel 3 : Aberasi sferis pada lensa
Spherical Aberration Jarak (d) cm
Outher mask
Centre mask



 Bagian II : Aberasi warna
 Menunjukkan aberasi warna
 Menggunakan lensa 100 mm dengan center mask ke gambar fokus obyek yang bercahaya pada layar.
 Memindahkan layar dari tempatnya dan lensa, hingga gambar menjadi kabur. Warna apa yang ditimbulkan gambar ?
 Memindahkan layar terhadap lensa melalui titik fokus sehingga gambar kabur kembali. Sekarang warna gambar apa yang ditampilkan (merah atau biru) yang diarahkan lebih menembus atau melewati bagian outher daripada lensa. Kemudian mencatat hasil pengamatan pada tabel 4.
Tabel 4 : Aberasi Warna
Warna Jarak (d) cm
Merah (kabur)
Merah (menembus)

G. Hasil Percobaan dan Pembahasan
 Bagian I : Aberasi sferis
 Menunjukkan bahwa intensitas dari sebuah bayangan untuk setiap ukuran celah

Ukuran Celah Intensitas bayangan
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22 0,88
0,43
0,24
0,12
0,09
0,06

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa semakin besar ukuran celah yang digunakan maka semakin besar juga intensitas bayangan yang dihasilkan. Begitu pula sebaliknya semakin kecil celah yang digunakan maka semakin kecil pula intensitas bayangan yang dihasilkan. Dan dapat dilihat pula bahwa intensitas bayangan menjadi setengah dari intensitas bayangan sebelumnya. Misalnya pada f-11 (0,12) nilainya setengah dari f-8 (0,24)

 Menunjukkan bagaimana pengaruh dari ukuran celah pada kedalaman medan.

Ukuran Celah Jarak (d) cm
f-4
f-5,6
f-8
f-11
f-16
f-22 56
61
67
71
76
81

Pada tabel percobaan kedua ini tampak terlihat bahwa semakin kecil ukuran celah yang digunakan, maka jarak yang dibutuhkan untuk dapat melihat bayangan pada layar semakin besar. Jarak inilah yang merupakan kedalaman medan yang ditunjukkan oleh tingkat kekaburan bayangan, dimana kekaburan suatu bayangan dapat diperoleh dengan cara menjauhkan layar dari lensa. Sebaliknya apabila layar digeser mendekati lensa, maka bayangan akan tampak semakin jelas, sehingga pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan tidak teramati.
 Menunjukkan aberasi sferis pada lensa

Spherical Aberration Jarak (d) cm
Outher mask 52,1
Centre mask 49,5

Dengan melihat tabel hasil diatas terlihat bahwa kejelasan suatu bayangan pada centre mask lebih kecil dari pada outher mask. Dimana jarak bayangan yang jelas dari obyek untuk outher mask lebih besar (52,1 cm) dari pada centre mask (49,5 cm) Hal ini dikarenakan pada centre mask sinar cahaya yang datang lebih menembus bagian tepi, karena tidak mungkin sinar menmbus bagian tengah dari centre mask yang berwarna hitam gelap. Dengan menggunakan centre mask dan outher mask ini maka dapat ditunjukkan terjadinya aberasi sferis pada lensa, yaitu penyimpangan bentuk bayangan dari bentuk semula yang disebabkan oleh bentuk permukaan lensa yang berbentuk lengkung, berwujud permukaan bola.

 Bagian II : Aberasi warna
 Menunjukkan aberasi warna

Warna Jarak (d) cm
Merah (kabur) 93,4
Merah (Terang/menembus) 48


Pada percobaan aberasi warna ini dapat dilihat bahwa pada peristwa aberasi warna untuk warna biru dan warna lainnya terlalu dibiaskan bila dibandingkan dengan warna merah, ini tampak dari warna yang paling dominan menembus bagian tepi centre mask hanyalah warna merah baik yang berwarna kabur ataupun terang. Dimana jarak untuk warna merah terang yang menembus bagian tepi dari centre mask jaraknya hanya 48 cm, bila dibandingkan dengan warna merah merah kabur yang jaraknya 93,4 cm. Ini dikarenakan warna merah memiliki jarak fokus yang lebih besar dari warna-warna lain seperti warna hijau dan biru. Selain itu pula berdasarkan percoban ini dapat dilihat bahwa jenis aberasi warna atau kromatis yang terjadi berupa aberasi kromatis lateral (uraian warna pada bayangan yang terlihat jika dipasang tabir pada pada suatu tempat).

H. Kesimpulan
 Semakin besar ukuran celah yang dilalui oleh cahaya maka semakin besar intensitas bayangan suatu obyek. Sebaliknya semakin kecil ukuran celah maka intensitas bayangannya juga semakin kecil.
 Kedalaman medan suatu obyek ditentukan oleh tingkat kekaburan bayangan, dimana pengaruh ukuran celah terhadap kedalaman medan tidak dapat terlihat bila bayangan suatu obyek semakin jelas/terang.
 Semakin kecil ukuran celah yang digunakan, maka jarak kekaburan bayangan suatu obyek semakin besar, demikian pula sebaliknya semakin besar ukuran celah yang digunakan, jarak kekaburan bayangan semakin kecil.
 Semakin kecil bundaran yang terbentuk maka semakin jelas bayangan benda, dan bayangan yang paling tajam akan berada di tempat dimana bundaran yang paling kecil yakni bundaran dengan kekaburan minimum.
 Aberasi sferis terjadi akibat adanya kelengkungan sferis permukaan bidang batas.
 Untuk lensa, aberasi sferis diakibatkan bentuk permukaan lensa yang berupa permukaan lengkung yang berwujud permukaan bola
 Aberasi kromatis terjadi karena adanya ketergantungan indeks bias cahaya pada warna cahaya tersebut. Dimana warna biru akan lebih dibiaskan daripada warna merah.
 Warna merah mempunyai jarak fokus yang lebih besar bila dibandingkan dengan warna-warna lain seperti warna hijau dan biru, seingga warna yang lebih dominan menembus bagian tepi dari centre mask adalah warna merah.

I. Kemungkinan Kesalahan
 Kurang jelinya praktikan dalam melihat bentuk bayangan yang paling jelas pada layar.
 Tegangan listrik yang tidak stabil, sehingga intensitas dari sumber cahayanya tidak konstan.
 Adanya kesalahan paralaks dalam membaca jarak antara layar dan lensa yang ditunjukkan oleh skala metrik pada bangku optik sehingga mempengaruhi keakuratan data.
 Ada cahaya lain yang masuk dalam ruangan, sehingga intensitas (data) yang diperoleh tidak akurat.

J. Daftar Pustaka

 Soedojo, Peter Dr.B.Sc, 1992, Asas-asas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika, Yokyakarta: Gajah Mada University Press
 Resnic, Halliday, 1996, Fisika Jilid 2, Jakarta: Erlangga





 Jika radiasi yang dipancarkan kubus maksimum, maka tegangan yang terbaca pada sensor radiasi pun maksimum, atau dengan kata lain jika suhu kubus maksimum, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor pun maksimum.
 Relasi Rnet = eσ T14 - eσ T24 = eσ (T14 - T24) berlaku pada suhu rendah.

A. Kemungkinan Kesalahan
 Kurang teliti membaca hambatan pada ohm meter yang sering berfluktuasi, sehingga data yang diperoleh kurang akurat.
 Keaktifan baterei pada multimeter digital kurang sehingga menunjukkkan angka yang tidak valid.
 Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data dilakukan

B. Daftar Pustaka
 Hadiat, dkk, 2000, Kamus Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Pelajar SLTP dan SLTA, Jakarta: Balai Pustaka
 Instruction Manual and Experiment Guide for the PASCO scientific Model TD-8553/8554 A/855 Thermal Radiation System.
 Resnic, Robert dan Halliday, David, 1996, Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga (terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto), Jakarta: Erlangga
 Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985, Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana dan Drs. Amir Achmad) Jakarta: Binacipta
HUBUNGAN ANTARA ENERGI PANJANG GELOMBANG DAN FREKUENSI

A. Rumusan Masalah
 Bagaimana menentukan hubungan antara energi panjang gelombang dan frekuensi ?
 Bagaimana perbedaan potensial henti dari spektrum warna untuk masing-masing orde ?
 Bagaimana menentukan tetapan Planck dari grafik hubungan frekuensi dengan energi.

B. Tujuan
 Menentukan hubungan antara potensial henti, energi panjang gelombang dan frekuensi dari tiap garis spektrum warna.
 Menentukan besarnya energi dari tiap frekuensi spektrum warna untuk masing-masing orde.
 Menentukan panjang gelombang dan frekuensi dari tiap garis spektrum.
 Menentukan tetapan Planck dari grafik hubungan frekuensi dan energi

C. Landasan Teori
Teori elektromagnetik cahaya dapat menerangkan dengan baik berbagai gejala tentang cahaya dan penjalarannya. Namun teori ini tidak mampu atau cocok menerangkan beberapa gejala. Salah satu gejala yang tidak bisa dijelaskan yaitu efek fotolistrik.
Berdasarkan teori kuantum bahwa cahaya dan frekuensi tertentu terdiri buntelan-buntelan yang terkonsentrasi yang disebut dengan foton, dimana energinya berbanding lurus dengan frekuensi. Planck berhasil menurunkan rumus yang dapat menerangkan radiasi spektrum (yaitu kecerahan relatif dari berbagai panjang gelombang yang terdapat) sebagai fungsi dari teperatur dari benda yang meradiasikannya kalau ia menganggap bahwa radiasi yang dipancarkan terjadi secara diskontinu dalam catuan kecil yang dikenal dengan kuanta.
Planck juga mendapatkan bahwa kuanta yang berpautan dengan frekuensi tertentu v dari cahaya, semuanya harus berenergi sama, dimana energi ini berbanding lurus dengan dengan v, yang secara matematis dapat dituliskan dalam sebuah persamaan:
E = hv
dengan h = 6.626 x 10-34Js (yang kemudian dikenal tetapan Planck)
Karena adanya peristiwa efek fotolistrik, gelombang cahaya membawa energi dan sebagian energi yang diserap oleh logam dapat terkonsentrasi pada energi tertentu dan muncul kembali sebagai energi kinetik.
Energi foto elektron bergantung pada frekuensi cahaya yang dipakai. Pada frekuensi dibawah frekuensi kritis yang merupakan karakteristik dari masing-masing logam, tidak terdapat elektron apapun yang dipancarkan diantara frekuensi ambang ini. Foto elektron mempunyai selang energi dari nol (0) sampai suatu harga maksimum tertentu, dan harga maksimum ini bertambah secara linier terhadap frekuensi. Dimana frekuensi yang tinggi juga menghasilkan energi foto elektron yang tinggi pula.
Hubungan antara energi foto elektron maksimum Kmaks terhadap frekuensi v dari cahaya mengandung tetapan pembanding yang dinyatakan dalam bentuk :
Kmaks = h(v - v0) = hv - hv0, atau
hv = Kmaks + hv0
dengan : hv = isi energi dari masing-msing kuantum cahaya datang
Kmaks = energi foton maksimum
hv0 = energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron dari permukaan logam yang disinari.


D. Alat-Alat
a. h/e Apparatus
b. Hg Light Sources
c. Coupart Base
d. Filter Cahaya
e. Light Block
f. Coupling Bar
g. Light Aperature
h. Focal Length Lensa
i. Voltmeter/Multimeter Digital

E. Variabel dan Definisi Operasional


 Variabel Bebas
 Spektrum warna yaitu merupakan warna-warna yang muncul pada garis spektrum setelah lampu mercury dinyalakan dan menembus foto dioda yang terdiri atas warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.
 Panjang gelombang dari masing-masing warna yang disimbolkan dengan λ, dimana masing-masing warna telah memiliki nilai dan mempunyai satuan meter (m). Yaitu jarak yang ditempuh rambatan gelombang selama satu periode (T).


 Variabel Terikat
 Potensial henti dari masing-masing warna pada garis spektum, yang diukur dengan menggunakan alat ukur berupa multimeter digital yang dihubungkan dengan h/e aparatus. Potensial henti ini disimbolkan dengan V dan memiliki satuan Volt.
 Frekuensi gelombang yang nilainya diperoleh dengan menggunakan persamaan matematis v = c/λ dimana c merupakan cepat rambat cahaya = 3.108 m/s dan merupakan panjang gelombang dari masing-masing warna
 Fungsi cahaya yang nilainya diperoleh dengan menggunakan persamaan E = h.v dimana nilai v sudah didapat sebelumnya. Sedangkan nilai h adalah tetapan Planck yang besarnya 6.626 x 10-34 Js.

F. Prosedur kerja
 Cara Menyusun Alat
 Mengarahkan pusat cahaya dari mercury vapor light source ke celah yang memantulkan cahaya putih pada penutup alat.
 Melihat gambar pusat lubang/celah diatas lubang dalam kemiringan dengan bantuan mikroskop foto dioda lensa yang dipasang pada sekrup.
 Sistem perputaran alat h/e apparatus menghasilkan cahaya sama bila cahaya lampu mercury jatuh diatas celah dalam kemiringan foto dioda. Dengan saling melengkapi warna dari pita spectral yang lain. Hasil cahaya perisai pada posisi tertutup.
 Memeriksa muatan kutub pada petunjuk-petunjuk dari multi meter digital dan menghubungkan ke output pada muatan yang sama diatas pada h/e apparatus.
 Cara kerja
 Melihat 5 (lima) warna dalam dua orde pada spektrum cahaya mercury .
 Mengatur h/e dengan hati-hati, hingga hanya satu warna dan petunjuk pertama (petunjuk paling terang) jatuh diatas jendela pada kemiringan foto dioda.
 Mengukur potensial henti untuk setiap warna dalam orde dengan multimeter digital dan mencatat pengukuran pada tabel data.
 Menggunakan filter kuning dan hijau pada saat mengukur garis spectral yang kuning dan hijau
 Memindahkan orde kedua dengan mengulang proses diatas mencetat hasil yang didapat pada tabel data.
Warna Petunjuk Pertama Panjang Gelombang
(nm) Frekuensi
(x 1014 Hz) Ptensial Henti
(Volt)
Kuning
Hijau
Biru
Ungu 5790
5461
4359
4047
Warna Petunjuk kedua Panjang Gelombang
(nm) Frekuensi
(x 1014 Hz) Ptensial Henti
(Volt)
Kuning
Hijau
Biru
Ungu 5790
5461
4359
4047
G. Analisis Data
 Menentukan panjang gelombang dan frekuensi dari tiap gari spektrum.
 Membuat plot grafik potensial henti terhadap frekuensi.
 Mengukur kemiringan grafik dan titik potong sumbu y.
 Menghitung h eksperimen.

G. Tabel Hasil Pengamatan
No Warna Potensial Henti (Volt)
Orde I Orde II
1 Kuning 0.520 0.285
2 Hijau 0.557 0.354
3 Biru 0.722 0.464
4 Ungu 0.805 0.441

H. Pengolahan Data
Potensial Henti
Orde I
a. Warna Kuning b. Warna Hijau







c. Warna Biru d. Warna Ungu








Orde II

a. Warna Kuning b. Warna Hijau








c. Warna Biru d. Warna Ungu









Meghitung Frekuensi Masing-Masing Warna Untuk Orde I dan Orde Ii

a. Warna Kuning b. Warna Hijau







c. Warna Biru d. Warna Ungu








Menghitung Energi Masing-Masing Warna Untuk Orde I dan Orde II

a. Warna Kuning b. Warna Hijau




c. Warna Biru d. Warna Ungu




I. Tabel Hasil Perhitungan

No Warna Potensial Henti (x 10-1) Volt Frekuensi (x 10 13 Hz) Energi (x1020)Joule
Orde I Orde II
1. Kuning (5.20 ± 0.03) (2.85± 0.01) 6.882312457 3.4329
2. Hijau (5.57 ± 0.03) (3.54± 0.02) 5.493499359 3.6397
3. Biru (7.22 ± 0.04) (4.64 ± 0.02) 6.882312457 4.56001
4. Ungu (8.05± 0.04) (4.41 ± 0.02) 7.412898443 4.91185

J. Grafik Hubungan Antara Potensial Henti dan Frekuensi
Orde I









Orde II











K. Interpretasi Grafik
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, warna ungu mempunyai potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan dengan warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang paling kecil. Walaupun untuk pada orde II nilai potensialnya turun. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus (linier) dengan potensial henti dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.

L. Menentukan Tetapan Planck
Orde I





Orde II






Berdasarkan hasil diatas, nampak terlihat perbedaan yang cukup mencolok antara nilai dari konstanta Planck teori dan eksperimen dengan kisaran % beda untuk Orde I sebesar 141,77 % dan untuk orde II sebesar 69,24%. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti kurang maksimalnya ketika pengambilan data sehingga mempengaruhi keakuratan data.



M. Kesimpulan
 Setiap warna spektrum memiliki frekuensi yang berbeda
 Setiap frekuensi yang berbeda akan menghasilkan potensial henti yang berbeda pula, sehingga pada setiap warna, besar potensial henti yang dihasilkan selalu berbeda.
 Berdasarkan percobaan yang dilakukan ternyata warna ungu mempunyai potensial henti dan frekuensi energi yang paling besar dibandingkan dengan warna-warna lain, namun memiliki panjang gelombang yang paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi berbanding lurus (linier) dengan potensial henti dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.
 Cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan memiliki frekuensi yang berbeda
 Energi total dari masing-masing spektrum warna berbanding lurus dengan frekuensi dan berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya.
N. Kemungkinan Kesalahan
 Penyusunan alat yang digunakan tidak tepat sehingga mempengaruhi keakuratan data yang diperoleh.
 Tidak terfokusnya sinar spektrum yang diterima oleh dioda
 Ketidaktelitian dalam pengukuran sehingga mempengaruhi keakuratan data.
 Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data dilakukan.

O. Daftar Pustaka
 Beiser, Arthur, 1992, Konsep Fisika Modern Edisi Keempat (Alih Bahasa Dr. The Houw Liong), Jakarta: Erlangga
 Manual praktikum Perbandingan model gelombang cahaya dan model kuantum
 Resnic, Halliday, 1984, Fisika Jilid 2, Jakarta: Erlangga
 Rosana, Dadan dkk, 2003. Konsep Dasar Fisika Modern, Yokyakarta: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA Univ. Negeri Yokyakarta.
HUKUM STEFAN – BOLTZMAN
(SUHU RENDAH)

A. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah relasi Stefan Boltzman pada suhu rendah ?
b. Bagaimanakah hubungan antara radiasi termal dengan temperatur ?

B. Tujuan
a. Melihat relasi Stefan Boltzman pada suhu rendah.
b. Mengetahui hubungan antara radiasi termal dengan temperatur.

C. Landasan Teori
Pengukuran eksperimental banyaknya pancaran energi radian dari permukaan suatu benda, dilakukan oleh John Tyndall (1820-1893). Dan berdasarkan percobaan tersebut pada tahun 1877 Josef Stefan (1835-1893) mengambil kesimpulan bahwa banyaknya emisi itu dapat dirumuskan berdasarkan hubungan:
R = eσT4
Dengan besaran R disebut emitansi radian yang sama dengan banyaknya pancaran energi radian per satuan luas, T adalah suhu kelvin permukaan, e ialah daya pancar (emissivity) permukaaan, yang terletak diantara nol dan satu. Dan σ dikenal sebagai tetapan Stefan Boltzman,dengan nilai sebesar 6703 x10-8 w/m2. K4
Salah satu sifat penting dari radiasi termal yaitu intensitas radiant total terhadap seluruh panjang gelombang berbanding lurus suhu T berpangkat empat. Karena intensitas total tidak lain lain adalah luas daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant maka didapat persamaannya sebagai berikut:


Dimana telah diperkenalkan tetapan banding σ. Persamaan ini disebut hukum Stefan dan σ dikenal sebagai tetapan Stefan Boltzman,dengan nilai tetapan σ didapat sebesar 6703 x10-8 w/m2. k4
Pada sebuah benda yang bersuhu rendah daripada sekelilingnya, jumlah energi yang diserap per satuan waktu akan lebih besar daripada yang dipancarkannya, dan suhunya akan naik. Apabila suhunya sama dengan suhu sekelilingnya, maka banyaknya pancaran dan penyerapan akan sama, sehingga tidak ada energi yang diterima maupun yang hilang serta tidak terjadi perubahan suhu.
Jadi untuk suatu benda seperti ini, yaitu suhunya T1 dan dikelilingi oleh dinding yang suhunya T2, maka kerugian atau keuntungan netto energinya per satuan luas per satuan luas karena radiasi adalah
Rnet = eσ T14 - eσ T24
= eσ (T14 - T24)
D. Alat-alat
a. Sensor radiasi
b. Multimeter digital
c. Kubus radiasi thermal
d. Ohmmeter




E. Variabel dan definisi Operasional
a. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun variabel bebas pada percobaan ini adalah:
 Permukaan kubus radiasi yang terdiri dari empat permukaan yang berbeda yaitu warna hitam, aluminium pekat. Aluminium mengkilap, dan permukaan yang berwarna putih.
 Power setting, dimana dalam percobaan ini nilai power setting divariasikan dari 5.0; 6.5; 8.0 dan 10.0.
b. Variabel terikat
Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari varibel bebas. Adapun variabel bebas pada percobaan ini yaitu:
 Thermal resistivitas (hambatan panas, yaitu hambatan suatu kubus zat dengan sisi-sisi sebesar satu satuan panjang. Dimana resistivitas kubus ini diperoleh dengan adanya perubahan nilai power setting, yang besarnya diukur dengan menggunakan alat ukur berupa ohm meter/multimeter digital. Nilai thermal resistivitas ini mempunyai satuan ohm (Ω).
 Temperatur (T), yaitu ukuran derajat panas suatu benda atau ukuran keadaan benda yang menentukan kecepatan benda tersebut dalam menerima atau melepaskan kalor terhadap sekelilingnya yang keadaannya bebrbeda dengan benda tersebut. Dimana dalam percobaan ini temperatur kubus diperoleh dengan menyamakan nilai hambatan yang terbaca pada tabel yang berada pada badan kubus radiasi dan mempunyai satuan 0C.
 Energi radiasi termal yang disimbolkan dengan E yaitu pemancaran atau perambatan energi oleh suatu bahan atau materi dalam bentuk gelombang elektromanetik yang besarnya diperoleh melalui persamaan E = σT4 dan mempunyai satuan watt/m2.
 Tegangan sensor radiasi, yang nilainya diperoleh dengan menggunakan multimeter digital, disimbolkan dengan V dan mempunyai satuan mV.

 Variabel kontrol
Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol dalam percobaan ini yaitu :
 Jarak sensor radiasi yang diukur 5 sentimeter (5 cm) dari permukaan dinding kubus radiasi dengan sensor radiasi.

F. Produser Kerja
a. Sebelum menyalakan lampu, mengukur temperatur dalam ruangan dan resistensi dari frekuensi stevan-bolzman lamp pada suhu ruangan/kamar, kemudian mencatat hasilnya.
b. Menyusun peralatan seperti tampak pada gambar, sensor radiasi harus dipasang tepat pada pusat salah satu permukaan radiasi terbaik dari kubus (permukaan hitam atau putih). Bagian depan sensor harus sejajar dengan permukaan kubus pada jarak sekitar 3,4 cm.









Gambar Susunan Peralatan

c. Tabiri sensor dari kubus dengan menggunakan tabir pemantul panas dengan sisi reflektif terhadap kubus
d. Memasang kubus radiasi dan memasan pemilih daya pada alat
e. Ketika hambatan termistor menunjukkan bahwa temperatur sekitar 120C di atas temperatur ruang. Menurunkan daya sehingga temperatur perlahan-lahan berubah. Membaca can mencatat R pembacaan ohm meter dan rad pembcaaan miliVoltmeter. Pembacaan itu haruslah dialakukan secara bersamaan sementara tabir, panas digerakkan pada saat perisai panas, nilai dicatat dalam tabel hasil pengamatan.






Tabel Hasil Pengamatan
Rrm = ……….
Trm =……….
Trm4 = ……….
R (Ω) T (0C) Rad (mV)








G. Tekhnik Analisin Data

Analisis data yang digunakan dalam percobaan ini adalah secara kuantitatif, dimana untuk menghitung ketidakpastian dari radiasi (rad) dengan menggunakan akurasi multimeter digital 0,5% dengan menggunakan rumus dengan Δrad = 0,5% x rad (hasil pengukuran). Selanjutnya data yang diperoleh pada percobaan ini diolah dengan menggunakan kalkulator fx 3600 Pv merek Casio dan dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Office Excel 2003 dengan memilih tipe grafik XY (scatter) dan memilih regresi dengan kuadrat koefisien korelasi terbesar.



H. Hasil Percobaan
Rrm = 78,7 Ω
Trm = 28 C+ 273 = 301 K
Trm4 = 8208541201 K

R (Ω) T (0C) Rad (mV)
39,8
39,2
37,6
36,8
35,9
35,5
35,1
34,8
34,3
34,1
33,8
33,5
33,1
29,8
28,6 46
47
48
48
49
50
50
50
50
50
50
51
51
53
54 2,0
2,1
2,2
2,3
2,4
2,5
2,6
2,7
2,8
2,9
3,0
3,1
3,2
3,3
3,4






Tabel perhitungan
T (K) T4 (K4) T4 – Trm4 (K4)
39,8
39,2
37,6
36,8
35,9
35,5
35,1
34,8
34,3
34,1
33,8
33,5
33,1
29,8
28,6 10355301121
10485760000
10617447681
10617447681
10750371856
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
11019960576
11019960576
11294588176
11433811041
2146759920
2277218799
2408906480
2408906480
2541830655
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2811419375
2811419375
3086046975
3225269840


I. Pengolahan Data
Rrm = 78,7 Ω
Trm = 28 0C + 273 = 301 K
Trm4 = (301, 5)4
= 8263219055 K4
 Mencari kesalahan relatif
 Rad = 2.0 mV = 0,002 Volt
ΔRad = 0,5 % x 0,002

= 0,00001 Volt
KR =



(Rad ±ΔRad) = (2,000 ±0,010) 10-3 Volt
Dengan cara yang sama diatas maka diperoleh untuk hasil pengukuran lainnya seperti pada tabel hasil-hasil
Tabel Hasil-hasil
(Rad ± ΔRad) 103 Volt T4 (K4) T4 – Trm4 (K4)
(2,000 ± 0,010)
(2,100 ± 0,011)
(2,200 ± 0,011)
(2,300 ± 0,012)
(2,400 ± 0,012)
(2,500 ± 0,013)
(2,600 ± 0,013)
(2,700 ± 0,014)
(2,800 ± 0,014)
(2,900 ± 0,015)
(3,000 ± 0,015)
(3,100 ± 0,016)
(3,200 ± 0,016)
(3,300 ± 0,017)
(3,400 ± 0,017) 10355301121
10485760000
10617447681
10617447681
10750371856
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
10884540241
11019960576
11019960576
11294588176
11433811041
2146759920
2277218799
2408906480
2408906480
2541830655
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2675999040
2811419375
2811419375
3086046975
3225269840


 Grafik Hubungan antara tegangan sensor radiasi dan selisih pangkat empat antara temperatur terukur dengan temperatur ruangan













 Interprestasi Grafik
Dari percobaan Hukum Stevan – Boltzman suhu rendah menghaslkan grafik di atas yang menyatakan antara hambatan panas yang pengaruh suhu tinggi pada kubus radiasi thermal dengan temperatur terdapat hubungan linier dimana semakin besar radiasi thermal maka semakin besar pula temperatur. Dan diperoleh persamaan regresinya sebesar y = 1E-0.9x – 1.2694 dengan regresi sebesar R2 = 0.8783

J. Kesimpulan
 Jika radiasi yang dipancarkan kubus maksimum, maka tegangan yang terbaca pada sensor radiasi pun maksimum, atau dengan kata lain jika suhu kubus maksimum, maka tegangan yang dihasilkan oleh sensor pun maksimum.
 Relasi Rnet = eσ T14 - eσ T24 = eσ (T14 - T24) berlaku pada suhu rendah.

K. Kemungkinan Kesalahan
 Kurang teliti membaca hambatan pada ohm meter yang sering berfluktuasi, sehingga data yang diperoleh kurang akurat.
 Keaktifan baterei pada multimeter digital kurang sehingga menunjukkkan angka yang tidak valid.
 Kurang stabilnya tegangan listrik ketika proses pengambilan data dilakukan

L. Daftar Pustaka
 Hadiat, dkk, 2000, Kamus Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Pelajar SLTP dan SLTA, Jakarta: Balai Pustaka
 Instruction Manual and Experiment Guide for the PASCO scientific Model TD-8553/8554 A/855 Thermal Radiation System.
 Resnic, Robert dan Halliday, David, 1996, Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga (terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto), Jakarta: Erlangga
 Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985, Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika Panas dan Bunyi (saduran oleh Ir. Soedjana dan Drs. Amir Achmad) Jakarta: Binacipta
INDEKS BIAS GELAS

A. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pengaruh besar sudut, terhadap banyaknya frinji yang dihasilkan?
b. Berapakah nilai dari indeks bias gelas?
c. Bagaimanakah perbandingan antara indeks bias gelas dengan indeks bias udara?

B. Tujuan
a. Melihat pengaruh besarnya sudut, terhadap jumlah frinji yang dihasilkan.
b. Menentukan indeks bias gelas
c. Membandingkan indeks bias gelas dengan indeks bias udara

C. Landasan Teori
Gejala pemamtulan dan pembiasan terjadi bila suatu gelombang melintasi permukaan yang memisahkan dua buah medium yang berbeda. Dimana gelombang merambat dengan kecepatan yang berbeda, tergantung pada beberapa sifat medium. Gelombang yang dipantulkan adalah suatu gelombang baru yang merambat kembali ke medium yang dilalui gelombang awal yang dalam perambatannya energi gelombang terpecah dan terbagi pada gelombang yang dibiaskan. Sedangkan gelombang yang dibiaskan adalah gelombang yang diteruskan ke medium kedua.
Seberkas cahaya yang merambat dari medium kurang rapat menuju ke medium yang lebih rapat, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sebaliknya, apabila berkas cahaya tersebut merambat dari medium lebih rapat menuju medium yang kurang rapat, maka cahaya tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal.
Sudut yang terbentuk antara sinar datang dan garis normal disebut sudut bias. Sedangkan perbandingan antara sinus sudut datang dengan sinus dudut bias disebut dengan indeks bias. Besar atau nilai indeks bias dari suatu medium terhadap medium lainnya bergantung bukan hanya pada jenis/macam zat, tetapi juga bergantung pada panjang gelombang cahaya yang merambat. Bila panjang gelombang tidak disebutkan, biasanya indeks bias yang diambil adalah indeks bias cahaya kuning lampu natrium yang panjang gelombangnya 589 nm.
Indeks bias udara diukur dengan mengubah secara perlahan berat jenis dari udara sehingga mendekati panjang tertentu dari satu sinar yang garis berada dalam interferometer Michelson. Metode ini tidak mudah bekerja pada subtansi zat padat seperti kaca, oleh sebab itu harus diperhatikan pengukuran indeks bias kaca yang diubah secara perlahan-lahan sehingga kaca dapat dilewati sinar melalui interferometer. Dan pada perubahan indeks bias dari kaca dengan secara tidak langsung dapat memperlambat perubahan panjang kaca secara keseluruhan oleh interferometer. Dengan eksperimen ini dapat diketahui teknik-teknik dalam membuat ukuran.
Indeks bias gelas yang umum digunakan untuk alat optik terletak antara 1,46 dan 1,96. sedikit sekali zat yang indeks biasnya lebih besar dari harga ini. Salah satunya adalah intan yang memiliki indeks bias 2,42. benda lainnya yaitu crystalline titanium dioxide (rutil) yang indeks biasnya 2,7.seperti yang tercantum pada tabel indeks bias dari beberapa zat yang diukur relatif terhadap vakum untuk panjang gelombang (λ) = 589 nm (5890 Ǻ)

Tabel Indeks Bias dari beberapa medium untuk λ = 589 nm (5890 Ǻ)

Zat Indek Bias Zat Indeks Bias
Zat Padat
Es (H2O)
Fluorit
Garam (NaCl)
Kuarsa (SiO2)
Zirkon (ZrO2-SiO2)
Intan (C)
Fabulit (SrTiO3)
Metilin Iodida
Leburan Kuarsa
Gelas, Kaca krona (Crown)
Gelas, Flinta
Rutil (TiO2)

1,309

1,434
1,544
1,544
1,923
2,417
2,409
1,74
1,46
1,52
1,66
2,616
2,903 Zat cair pada 200C
Metil Alkohol (CH2OH)
Air (H2O)
Etil Alkohol (C2H5OH)
Karbon tetrakhlorir (CCL4)
Terpentin
Gliserin
Benzena
Karbon Disulfida (CS2)
1,3290
1,3330
1,3618
1,4607
1,4721
1,4730
1,3012
1,6276

D. Alat-Alat
a. Dasar interferometer (Basic Interferometer 05 - 9255 A)
b. Laser (05 - 9171)
c. Bangku Optik
d. Perlengkapan interferometer, meja rotasi, kaca bening
E. Variabel dan Definisi Operasional
a. Variabel bebas
Variabel bebas yaitu, sesuatu yang nilainya sudah ditentukan atau ditetapkan, dimana nilai ini dapat mempengaruhi nilai lainnya. Adapun variabel bebas pada percobaan ini adalah:
 Sudut yang disimbolkan dengan θ, yang nilainya diperoleh dengan cara menggeser secara perlahan-lahan jarum rotasi yang berada pada meja rotasi (rotating pointer) sampai pada sudut tertentu, yang dalam percobaan ini sudutnya divariasikan dari 00 sampai dengan 30 0 .
b. Variabel terikat
Variabel terikat yaitu, sesuatu yang nilainya dipengaruhi oleh nilai dari varibel bebas. Adapun variabel bebas pada percobaan ini yaitu:
 Jumlah frinji, disimbolkan dengan N. Yaitu banyaknya frinji (garis-garis interferensi yang berupa garis-garis lengkung yang menyerupai lingkaran) yang muncul pada screen atau layar selama meja rotasi diputar atau digeser dari sudut 00 sampai dengan sudut tertentu (θ).
 Indeks bias gelas, yang disimbolkan dengan ng. Yaitu bilangan yang menyatakan perbandingan antara proyeksi sinar datang dengan proyeksi sinar bias. Dimana dalam percobaan ini besarnya dipengaruhi oleh banyaknya frinji yang dihasilkan untuk sudut tertentu, dan dihitung dengan menggunakan persamaan:


c. Variabel kontrol

Variabel kontrol yaitu, sesuatu yang nilainya sebagai pengontrol variabel terikat bebas selama percoban dilakukan. Adapun variabel kontrol dalam percobaan ini yaitu :
 Panjang gelombang yang disimbolkan dengan λ0, yaitu merupakan panjang gelombang mula-mula dari sumber cahaya dalam keadaan bias.
 Ketebalan gelas, disimbolkan dengan t dengan satuan mm, yang besarnya diukur dengan menggunakan mikrometer sekrup.

F. Prosedur Kerja
a. Menyusun peralatan seperti tampak pada gambar berikut.








Gambar : Susunan Peralatan
b. Memasang laser dan interferometer pada mode Michelson. Memeriksa susunan dan cara kerja alat.
c. Menempatkan meja rotasi diantara pembelah sinar dan cermin yang dapat digerakkan, sehingga tegak lurus terhadap garis edar optik.
d. Menempatkan kaca bening pada sandaran magnet dari titik putaran.
e. Meletakkan jarum penunjuk supaya “0” berada pada skala vernier dimana “0” sejajar dengan skala derajat pada kaki interferometer.
f. Melepaskan lensa dari depan laser, menahan layar yang terletak diantara kaca bening dan cermin yang bisa digerakkan. Jika ada satu titik terang dan beberapa titik tambahan pada layar, sudut meja rotasi diatru sampai ada satu titik terang. Kemudian mengatur kembali jarum penunjuk skala kaca bening sampai tegak lurus terhadap garis edar optik.
g. Menggati layar dan lensa lalu diatur kembali untuk mendapatkan nilai konstan dari tepi pada layar.
h. Memutar meja rotasi secara perlahan-lahan dengan menggeser lengan bias. Menghitung jumlah perputaran frinji yang terjadi selama meja rotasi diputar dari nol derajat sampai sudut (θ) yang diinginkan (nimimal 10 derajat), kemudian mencatatnya dalam tabel hasil pengamatan.
Tabel Hasil Pengamatan
t = ………….m
λ0 =………………m
λ =………………m
Θ (0) Θ (rad) N
0-10
0-15
0-25
0-30 0,174532925
0,261799387
0,34906585
0,523598775

G. Analisis Data
Pada dasarnya, cara untuk menghitung indeks bias adalah relatif sederhana, cahaya yang besar akan lewat, melalui kaca selama berotasi. Langkah-langkah untuk menghitung indeks bias adalah sebagai berikut :
1. Menentukan perubahan panjang garis edar dan sinar cahaya selama kaca bening berotasi. Menentukan besar perubahan panjang garis edar melalui gelas (dg(Ө)) dan berapa besar melewati udara (du(Ө)).
2. Menghubungkan perubahan panjang garis edar untuk pengukuran setiap perubahan frinji dengan persamaan sebagai berikut :


Dimana na = Indeks bias udara
ng = Indeks bias gelas
0 = Panjang gelombang mula-mula dari sumber cahaya dalam keadaan diam
N = Jumlah frinji yang dihitung
Untuk menyelesaikan analisis ini cukup rumit. Jadi yang perlu diperhitungkan adalah persamaan untuk perhitungan dasar indeks bias pada hasil pengukuran ini. Namun dianjurkan agar berusaha untuk menganalisis sendiri sehingga sangat membantu pemahaman terhadap pengukuran dan kesulitan dalam menganalisa.


Dimana t = Ketebalan gelas

H. Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data
Tabel Hasil Pengamatan
t = 5, 65 mm = 5, 65 x 10-3m
λ0 = 610 nm = 610 x 10-9m
λ = 632 nm x 10-9 m
Θ (0) Θ (rad) N
0-10
0-15
0-25
0-30 0,174532925
0,261799387
0,436332313
0,523598775 97
203
312
424


1. Menghitung indeks bias untuk masing-masing sudut
a. Sudut 0-100













b. Sudut 0-150








c. Sudut 0-250









d. Sudut 0-300







2. Menghitung indeks bias rata-rata
Θ (0) Θ (rad) ng ng2
0-10
0-15
0-25
0-30 0,174532925
0,261799387
0,436332313
0,523598775



1.471672608
1.851551421
2.29309657
4.66916988

Σ ng = 6.248965974 Σ ng2 = 10.28549048
(Σ ng)2 = 39.04957574



















I. Interpretasi Data
Berdasarkan data hasil pengukuran diatas dapat dilihat bahwa semakin besar nilai sudut Ө yang diambil maka semakin banyak jumlah frinji yang keluar. Dengan kata lain, banyaknya frinji yang muncul pada layar tergantung pada besarnya sudut putar oleh meja rotasi.
Dengan data hasil perhitungan diatas nampak bahwa indeks bias gelas/kaca yang diperoleh lebih besar daripada nilai indeks bias udara (1,00) yaitu sebesar 1,56224 yang bila dibulatkan menjadi dua angka dibelakang koma diperoleh nilai sebesar 1,56, dimana nilai ini merupakan kisaran nilai dari indeks bias gelas seperti tampak pada tabel Indeks Bias dari beberapa medium untuk λ = 589 nm (5890 Ǻ) diatas.

J. Kesimpulan
1. Semakin besar nilai sudut Ө, maka semakin banyak jumlah frinji yang keluar atau yang dihasilkan.
2. Banyaknya frinji yang muncul pada layar tergantung pada besarnya sudut putar oleh meja rotasi.
3. Indeks bias kaca/gelas yang diperoleh pada percobaan ini sebsar 1,56.

K. Kemungkinan kesalahan
a. Kurang teliti dalam menghitung jumlah fringe yang keluar atau yang tampak pada layar.

b. Pengaruh ruangan yang kurang kondusif, yang dalam hal ini adanya pengaruh cahaya dari luar yang masuk ke ruang gelap, sehingga mempengaruhi pola fringe yang diamati.
c. Kurangnya ketelitian praktikan dalam menggeser tuas, yang dalam hal ini kecepatan tangan dalam menggeser tuas tidak sama, sehingga mempengaruhi perhitungan jumlah fringe.

L. Daftar Pustaka
Hadiat, dkk, 2000, Kamus Ilmu Pengetahuan Alam Untuk Pelajar SLTP dan SLTA, Jakarta: Balai Pustaka
Resnic, Robert dan Halliday, David, 1996, Fisika Jilid 2 Edisi Ketiga (terjemahan Pantur Silaban, Ph.D dan Drs. Erwin Sucipto), Jakarta: Erlangga
Sears, Francis Weston dan Zemansky, Mark W., 1985, Fisika Untuk Universitas seri Optika dan Fisika Modern (saduran oleh Ir. Soedjana dan Drs. Amir Achmad), Jakarta: Binacipta
Soedojo, Peter Dr. B.Sc., 1992, Asas-asas Ilmu Fisika Jilid 3 Optika, Yokyakarta: Gajah Mada University Press

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI EVOLUSI DARWIN VS LAMARCK

Elektrolisis Larutan Kalium Iodida

Teori Evolusi Darwin Lengkap dan teori penciptaan khusus